
Meet You
Happy Reading
\(^.^)/
________________________________
_________________________
.
= I Found You My Angel =
Ichadray
.
Sang Pangeran Slytherin tampan itu melajukan kudanya menembus perbatasan. Ia masih mengingat pertemuannya dengan tiga orang asing yang mengaku sebagai penjaga kawasan meadow luas beberapa saat yang lalu. Sedikit curiga saat melihat salah satu dari mereka yang bernama 'Ron' itu hampir saja menghunusnya menggunakan pedang saat ia mengatakan Kerajaan Slytherin. Lalu acungan tongkat sihir wanita muggel berpakaian pelayan dan pemuda dengan wujud magis yang indah itu pun tak banyak membuatnya merasa menjalin sebuah perkenalan. Bukan karena energi sihir yang besar dapat Draco rasakan dari pemuda manis bernama 'Harry Potter', tapi tentang marga Potter yang di sebutkan sedikit familiar. Berpikir jika Potter adalah sebuah nama yang jelas sedikit memenuhi otaknya dari bisikan orang.
Draco heran, bagaimana bisa residu sihir pemuda yang memiliki surai hitam berantakan itu menariknya untuk menyatu? Apakah ada hubungan khusus jika mengingat wujud magisnya adalah Naga? Aroma basah campuran sihir magis bunga Sweet Alyssum dan coklat membuatnya mabuk hingga harus menekan keinginannya. Terlepas dari itu, wajah manis dengan manik emerald yang berkilauan menatapnya hangat benar-benar bisa membuat seorang Draco Malfoy terpesona. Ia merasakan perasaan hangat nan damai saat berada di dekat pemuda yang tersenyum menawan itu sebelumnya.
Draco memasuki istana, memelankan laju kudanya saat tundukan hormat para pengawal istana tertuju padanya. Menyerahkan kuda putihnya pada salah satu pengawal dan berjalan tegap menuju kamarnya untuk mengganti pakaian. Dua teman Draco yang sekaligus memerangkap sebagai pengawal pribadinya dengan setia berjalan di sampingnya.
"Lihat, setidaknya dia kembali dengan tubuh yang utuh," ucap Theo membuka obrolan berjalan beriringan. Pengawal yang bernama Theodore Nott itu mencebikan mulutnya sebelum menyeringai di antara wajahnya, pakaian khas prajurit Slytherin yang membalut di tubuhnya tak akan bisa membuat hubungan pertemanan yang mereka jalin menjadi kandas hanya karena status sosial.
"Dan kau harus berterima kasih karena kepalamu tidak jadi di penggal," balas Draco menyeringai melihat Theo yang menaikan alisnya mengejek.
"Oh tidak tentu, aku tau jika panggilan Pangeran itu bukan hanya karena tampang dan orang tuamu.." jawab Theo berani, tangannya memainkan pedang yang tersemat di pinggangnya seolah itu adalah hal yang menarik. Ia melirik Blaise di seberang samping kanannya yang memutar bola mata malas.
"Jadi kau mengakuinya? Oh tentu saja, karena kau harus." Draco semakin menaikan seringai, mendengus samar saat pemuda yang memulai perdebatan dengannya itu merengut sial berniat membalas sebelum dipotong Blaise dengan tempelengan pelan. Draco terkekeh, memasuki kamarnya dan membersihkan diri. Ia harus segera menemui Ayahnya dan melapor tentang desa Auriga yang ditemuinya selama sebulan belakangan.
...
....
.....
Draco melangkah tegap, pakaian khas pangeran dengan jubah beludru hijau yang melekat di sebelah bahu kirinya di iringi dengan antek-antek lain bersama pedang kesayangannya itu tak membuat derapan langkah sepatu kulit yang melekat di kakinya menghentikan gemaan. Setelah bawahan Ayahnya, si Rufus Scrimgeour memberitahukan agar menemui Sang Raja segera di ruangan biasa, Draco mulai memikirkan banyak hal yang ia ketahui dan ia simpan dalam memorinya. Lupakan tentang perjodohan dua kerajaan, itu bukan suatu hal yang harus tersimpan dalam otaknya. Ia mengingat sebelum keberangkatannya ke desa yang bernama Auriga itu kerajaan Slytherin sedang ada sedikit konflik dalam dan itu sedikit mengganggu ketenangannya cukup lama. Beberapa fakta yang terlihat dari sekian lama terkubur seolah mulai muncul ke permukaan, tapi ia sendiri tak tau itu apa. Mungkin sesuatu yang besar? Entahlah..
Draco memasuki ruangan tertutup di sayap kiri kerajaan, menginjakan kakinya lebih dalam saat energi sihir Ayahnya ia rasakan begitu kuat memenuhi sekitar dan Draco menyimpulkan jika Ayahnya sudah merapal mantra perendam agar tidak di ganggu oleh orang luar. Pangeran bersurai pirang platina itu tersenyum tipis, menunduk hormat pada Ayahnya, Lucius dan memeluk, mencium pipi Sang Ratu. Wanita cantik yang merupakan Ibunya itu memeriksa keadaannya, kilauan cemas terlihat di sana.
"Kau baik-baik saja son? Bagaiman perjalananmu?" Tanya Naracissa lembut tanpa melepaskan tangannya yang mengecek ke arah belakang bahu sang anak.
Draco terkekeh, Ibunya ini selalu terang-terangan menunjukan ekspresi saat hanya mereka bertiga berbincang. Tidak seperti Ayahnya yang menjaga image meski kilat dari sepasang silver itu tak dapat berbohong. Keanggunan dan kebangsawanan Ibunya di iringi wajah yang cantik itu tak bisa mengurangi pesona Sang Ratu kerajaan yang masih ingin memeriksa seluruh tubuhnya. Sungguh, Draco mengagumi Ayahnya yang bisa mendapatkan wanita semenawan Ibunya. "Baik Mom, jangan khawatir... dan perjalanan itu sungguh menyenangkan. Aku berpikir untuk melakukannya lagi lain waktu," jawab Draco duduk tenang menyeringai ke arah Lucius yang menaikan dagunya angkuh. Ia tau Ayahnya ingin segera menanyainya secara langsung, tapi memilih untuk diam.
"Oh Draco, jangan memikirkan hal itu. Kau tidak tau betapa cemasnya kami saat Theo mengirimkan surat yang mengatakan jika kau sempat menjadi sandera di sana. Apa semua baik-baik saja?" Naracissa kembali bertanya tanpa melepaskan tatapan cemasnya.
"Itu yang akan kita bahas bukan begitu Father?" Alih Draco tenang, tangannya tergerak mengambil secangkit teh earl grey yang di siapkan house elf kerajaan bernama Dobby dengan anggun layaknya bangsawan dan merekapun hanyut dalam pembicaraan serius.
*
______
I Found You My Angel
ICHADRAY
___________
*
....
Emerald itu berbinar terang, sang rembulan yang menunjukan diri menggantikan sang surya terlihat benar indah adanya. Sinar keperakan yang melewati celah kamarnya yang terbuka tampak sangat mengagumkan. Sang Pangeran berdiri di balkon kamarnya, menatap hamparan malam dengan taburan bintang berkelip mengelilingi rembulan, daun-daun yang melambai di belai angin malam beserta suara-suara hewan hutan yang memeriahkan keheningan. Harry menatap jauh, menerawang apakah ada yang salah padanya akhir-akhir ini, ia merasa sering sekali pusing dengan beberapa ingatan yang melesat dalam pikirannya, menghujam membuatnya mengerang kesakitan. Ia tak tau apa itu karena hanya berlangsung sebentar, sesudahnya bahkan tubuhnya seolah tak terjadi apa-apa, sungguh aneh dan mengherankan.
Harry menjulurkan tangannya, ia bisa melihat energi sihirnya yang memercik dari telapak tangan kosongnya membentuk sebuah pola abstrak, membuat tangkai pohon Apel di dekat balkon kamarnya itu bergerak bagaikan sulur dan meletakan buah Apel matang berwarna merah cerah ke tangannya pelan. Seolah itu adalah hal yang ia butuhkan dan sang pohon merunduk hormat bagai pengabdi setia.
Harry melirik sekeliling, mencari apakah ada orang yang melihatnya melakukan hal yang sangat mustahil.. namun menyadari kesunyian malam membuatnya menarik nafas lega. Harry tau ia bisa mengendalikan alam, khususnya pada tumbuhan, ia mengetahuinya pada usia ke-8 saat mengelanai hutan sendirian melalui belakang istana dan bermain seharian di dalam hutan yang memanjanya dengan banyak buah dan bunga lalu menjaganya aman dari hewan buas yang ada di dalamnya. Harry heran awalnya, tapi umurnya yang masih belia membuatnya tak ingin peduli. Sampai malam tiba barulah ia kembali ke istana bersama bantuan para Peri dan menemukan jika para penjaga ribut mencarinya, bahkan Ibunya memeluk erat dengan tatapan sangat khawatir, namun kemampuan itu tidak Harry beritahukan kepada siapa pun termasuk Ibunya. Ia tak ingin membuat semua orang cemas akan kemampuannya terlepas dari wujud magisnya yang seorang Veela.
Zamrud itu berkilau terpancar, tersenyum dan mengangguk pada pohon yang berhembus menerbangkan beberapa daun menyentuh surai hitam kelamnya saat Harry mengatakan terimakasih untuk buah segar yang di berikan kepadanya. Harap cemas, Harry berjalan menutup pintu balkonnya dan meletakan Apel segar itu ke dalam keranjang atas meja. Kembali ia merasakan energi sihirnya bergerak liar, memercik ganas saat tangannya terbuka lebar. Tak pernah seperti ini sebelumnya, Harry hanya tak bisa mengontrol residu sihirnya yang meluap-luap lebih dari biasanya setelah kejadian di meadow yang ia terdorong terjatuh di dekapan pemuda yang ia ketahui bernama 'Draco'. Harry menarik senyum samar, hatinya menghangat mengingat pertemuannya dengan seorang pemuda beberapa hari yang lalu di meadow entah kenapa begitu sangat mempengaruhinya. Tubuh tinggi tegap, surai pirang platina, manik silver memukau, aura sihir yang nyaman dan wajah aristokrat yang tampan. Tentu saja Harry merasakan perasaan itu, hangat dan menyatu dalam artian yang ia sendiri tak tau. Bingung dengan energi sihirnya sendiri yang menarik pemuda tinggi itu mendekat, seolah.. itu adalah tempatnya berada. Sungguh, memikirkan itu membuatnya merona.. andai saja mereka bisa bertemu lagi.
......
....
...
..
.
"Lily.. kau lihat tandanya?"
Pertanyaan dengan intonasi serius itu membuat sang wanita yang berdiri menatap langit malam menoleh, pancaran dari sepasang bola mata menawan menandakan kecemasan, balas memandang sang suami yang membuka sebelah telapak tangannya membuat jemari itu menyatu hangat. Lily, Ratu Kerajaan Gryffindor meremas tangan James, menyalurkan kekuatan untuk Sang Raja yang masih menunggunya menjawab.
"Ya James.. aku melihatnya, sesuatu yang sangat besar akan segera terjadi. Aku sangat khawatir pada Harry.." balas Lily berkaca-kaca, sedikit berlinang begitu James memeluknya menenangkan. Mereka tak begitu mengetahui dengan jelas, tapi tentang tanda dari kegelapan yang beberapa bulan lalu muncul samar dari arah langit membuat keyakinan itu semakin kuat dan Lily mengkhawatirkan Harry, anaknya itu yang berada dalam ramalan.
"Tenanglah.. Harry akan baik-baik saja. Kita akan melindunginya." James ,mengusap pada punggung istrinya, menatap rembulan bersinar terang yang di tutupi oleh gumpalan awan, warna pekat langit malam dan kesunyian ruang membuat mereka bergerak tak nyaman. Sungguh James menyayangkan pada ketidak berdayaannya untuk bisa menyangkal tentang ramalan yang melibatkan putra semata wayangnya, ia juga merutuki sikapnya yang tidak bisa berdekatan dengan sang anak hanya untuk kebaikan dari masing-masing pihak. Harry yang mendapatkan wujud magisnya sekitar 10 tahun yang lalu membuat ramalan tentang mereka semakin jelas, sesuatu yang mengerikan akan terjadi di masa depan. Sebuah ramalan yang mengatakan sang terpilih telah lahir dan akan memegang takdir berbeda, kekuatan anak dari keturunan yang akan mengubah dunia sihir pada sebuah perubahan. James mengeratkan pelukan, melantunkan kata-kata menenangkan pada Lily yang masih terisak.
"Kita harus bertemu dengan Lucius secepatnya. Mereka juga mempunyai ramalan dan itu akan sangat berguna." Gumam James melepaskan pelukan beralih mengusap air mata Lily yang mengangguk mengiyakan.
"Baiklah, rasanya aku juga sudah sangat lama tak bertemu dengan Naracissa." senyum Lily lebih tenang. Residu sihir Veela miliknya menciptakan sedikit kupu-kupu yang beterbangan.
...
..
I Found You My Angel
ICHADRAY
..
...
Draco melihat beberapa kuda yang berada dalam kandang di istana, manik silvernya menilai beberapa kuda yang sudah terlatih itu berlari cepat dengan seorang pelatih di atasnya.
"Jadi... apa yang kau temukan di sana Draco?" Tanya Blaise menatap Draco yang masih memandang kuda yang berpacu cepat. Tangannya mengelus moncong kuda berkulit putih yang ada di depannya, menunggu sang Pangeran menjawab pertanyaan.
"Aku selalu lupa menanyakan itu, kau kembali cukup lama. Jadi apa yang bisa menahanmu Pangeran?" Timpal Theo menekan kata pangeran di sana, menggoda sahabatnya yang tiba-tiba menyeringai. Theo mengikuti arah pandang Draco, menilai kuda yang baru saja di keluarkan dari kandang untuk di latih.
"Kalian percaya jika aku mengatakan telah menemukan seorang Bidadari yang manis?" Tanya balik Draco, menyeringai ke arah kedua pemuda yang menaikan alis bersamaan, menatapnya seolah ia sudah gila.
"Kau yakin tidak ada sesuatu yang membentur kepalamu saat itu? Atau kau termakan buah beracun? Atau kau telah di mantrai saat ini? Aku sangat yakin jika Draco yang kami kenal masih waras meski dia cukup manja dan menyebalkan," balas Theo memincingkan matanya, melihat Draco seperti squib yang menyamar sebagai sang Pangeran.
Blaise menunjukan ekspresi terkesan, berpikir apa yang bisa membuat seorang Draco Malfoy mengatakan hal yang terdengar menggelikan seperti itu? Mereka tumbuh bersama dan Draco bahkan tak pernah menyinggung tentang seseorang yang bisa membuatnya mengatakan hal yang menarik tentang sesuatu, tidak pernah sekalipun bahkan saat beberapa Putri dari kerajaan lain ingin melakukan kerja sama. Dan mengetahui jika Pangeran mereka menemukan 'Bidadari Manis' itu sangat mengherankan. Gadis mana yang membuat Pangeran angkuh itu bertekuk lutut? Sepertinya ini akan menyenangkan..
"Kau dan mulut busukmu, Theo! Kau bertanya apa yang menahanku di sana, dan saat aku menjawab kau tidak percaya? Oh well.. itu terserah padamu. Tapi itu benar adanya, aku menemukan hal yang sangat istimewa.." ujar Draco meremehkan pemuda yang memutarkan bola mata malas padanya. Draco mengingat wajah Harry yang manis, pipi memerah dan emerald cerah yang menghipnotis..
Theo dan Blaise saling melirik, meringis membuat isyarat bahwa Pangeran mereka sudah benar-benar gila dengan senyum tulus menatap kosong lapangan kuda di depannya. Draco dan senyuman tulus? Itu perpaduan yang mengerikan.
....
..
..
.
____
Harry melihat sekeliling, ada banyak para pelayan yang hilir-mudik mempersiapkan susuatu seperti karangan bunga, makanan dan sebagainya. Kereta kencana yang indah sudah berdiri megah di halaman depan istana dan emeraldnya menangkap jika Ayah dan Ibunya berdiri mengawasi para penjaga dan pelayan yang memasukan banyak barang. Harry mendekat,
"Ada apa ini Ron?" Cegat Harry pada temannya yang sibuk mengangkat beberapa barang. Ron menoleh, meletakan kotak besar berhiaskan pita di tangannya lalu membungkuk hormat.
"Salam Pangeran, kami mempersiapkan barang untuk perjalanan menuju Kerajaan Slytherin selama tiga hari," jawaban Ron yang formal membuat Harry mendelik namun mengangguk mengerti, tau jika mereka berbicara di tempat umum. Akan sangat tidak sopan jika seorang pengawal berbicara layaknya teman biasa pada sang Pangeran.
"Slytherin? Kita akan ke sana?" Tanya Harry Antusias menarik Ron sedikit menjauh dari keramaian agar tidak berbicara formal, ia melirik beberapa barang yang di masukan ke dalam kereta.
"Benar, Harry.. Slytherin. Kerajaan para ular penghianat. Tapi hei, kenapa kau bersemangat sekali?!" Hardik Ron menunjukan ketidak sukaannya menyebut Kerajaan Slytherin.
Harry memutar bola matanya malas, Ron masih saja mempercayai dongeng yang masih dipertanyakan keasliannya yang menceritakan jika Kerajaan itu berkhianat untuk menjatuhkan Gryffindor. Dongeng yang sudah sangat tua diceritakan hanya untuk membuat rakyat tidak keluar perbatasan. Ayolah, itu sudah lama sekali, kedua Kerajaan sudah berdamai dan Ron masih saja bersikap begitu.. "Ron, berhenti mengatakan hal itu. Kita sudah berdamai puluhan tahun lalu," balas Harry sarkatis.
"Ya, ya.. as you wish Prince.. sebaiknya persiapkan dirimu Harry, karena perjalanannya akan di mulai besok pagi.." Ron mendengus sembari memperbaiki seragam bajanya, mendelik pada Harry yang terkekeh mempersilahkan Ron kembali pada tugasnya.
Harry tersenyum, kakinya membawa ia menuju di mana sang Ratu berada, mendekat pada Ibunya begitu Ayahnya pergi untuk mengecek hal lain. "Mum, kita akan pergi?" Tanya Harry setelah memberikan hormat pada Ibunya yang memandang sayang.
"Oh Harry, Mum lupa memberitahumu. Tak apa son, hanya sebentar.. Ayahmu sudah mempercayakan kerajaan pada sahabatnya itu. Persiapkan keperluanmu, kita akan berangkat besok pagi." Balas Lily lembut mengusap surai berantakan Harry.
Harry tersenyum senang, sungguh ia menantikan keberangkatan mereka besok pagi menuju Kerajaan Slytherin. Ia tak sabar melihat Kerajaan yang terkenal karena kemenangannya dalam perang itu dan mereka yang busa berbahasa ular. Tapi bukan itu yang menjadi penyemangat seorang Harry Potter, tentu saja atensinya pada pemuda tampan bersurai pirang platina di sana..
...
..
...
....
Pemuda dengan mata emerald itu menatap cincin yang diberikan Ibunya beberapa hari yang lalu, ia sudah memakainya saat usianya bertambah delapan belas tahun kemarin dan ajaibnya liontin dan cincin yang ia kenakan menyatu dalam tubuhnya membentuk cahaya samar. Ternyata kilauan dari permata yang ia kenakan bisa berubah. Cincin dengan permata merah yang di perlihatkan Ibunya kemarin, kini berubah menjadi hijau pudar pun beserta bandul dari liontin yang bertengger di lehernya berubah menjadi hijau cerah. Harry menyimpulkan jika warna yang berubah itu adalah karena energi magisnya yang bisa mengendalikan tumbuhan. Ia menyukai bentuknya, sangat indah dengan tulisan kuno yang menjadi penyempurna.
Harry memejamkan matanya, merasakan jika energi sihirnya kembali tak terkendali. Ia duduk di atas kasur dan mencoba merapal mantra yang di ajarkan Ibunya serta Professor Lupin, setidaknya itu sedikit bisa menahan residunya tidak menyebar. Harry ingin hari ini cepat berlalu, sudah sangat tak sabar menemui pemuda yang sudah mencuri perhatiannya beberapa hari yang lalu. Draco, memang kecil kemungkinan.. tapi ia harap bisa benar-benar bertemu.
..
...
....
Kereta kencana dari Kerajaan Gryffindor itu mulai melaju, melewati banyak perumahan rakyat yang menunduk hormat atas kesejehteraan hidup makmur, menghormati Raja James yang memimpin rombongan dan Sang Ratu yang menoleh tersenyum hangat dari balik jendela yang terbuka sembari sesekali melemparkan kepingan emas menggunakan sihir untuk para anak-anak yang mencoba untuk melihat lebih dekat namun tak bisa karena ketatnya penjagaan. Pekikan senang terdengar dan Sang Raja tersenyum menawan, tau jika Lily sangat peduli pada semua orang.
Harry melepaskan mantra pelindung diam-diam dari balik kereta yang ia duduki, ia memilih untuk tidak menggunakan kuda seperti Ayahnya agar sewaktu-waktu energi alam memanggilnya tidak diketahui orang. Memilih terpisah dari Ibunya saat perjalanan mereka sudah memasuki hutan yang membuatnya harus mengeluarkan residu sihir, meminta untuk menjaga mereka sampai tujuan. Harry melihat telapak tangannya, percikan sihir yang meletup-letup menyerap sihir dalam hutan, semoga saja tak ada apapun yang terjadi.
...
Rombongan Kerajaan itu berhenti, sudah dua hari mereka menyusuri hutan dan akan sampai sebentar lagi. Memilih untuk istirahat sejenak dari perjalan panjang.. Sang Raja memerintahkan para pengawal untuk berjaga dan para pelayan yang ikut untuk beristirahat, memakan persediaan makanan yang ada dan tetap dalam kelompok. Hari yang sudah gelap dengan cahaya temaram bulan dan api unggun membuat hangat bersama.
Harry ingin turun dari kereta, menghampiri Ron dan Hermione yang sedang memakan hasil buruan beberapa penjaga sampai ia merasakan jika kepalanya kembali berputar, tepat berdenyut sakit pada tanda lahir yang melekat di dahinya. Harry kembali terduduk memegangi keningnya, sekelebat bayangan melintas dalam memorinya. Sesuatu yang gelap dengan makhluk aneh seperti Anjing berkepala tiga, lalu beralih pada ruangan gelap dan basah memperlihatkan dua orang yang tidak di ketahui tampangnya.. terlalu gelap, tapi Harry bisa mendengar mereka.
"My lord.. sebentar lagi.."
"Ah.. ternyata hanya seorang anak kecil..."
"Ssttt.. Harry..."
Desisan, Harry mendengar desisan terakhir kalinya.. lalu semuanya kembali seperti semula. Tak ada makhluk aneh yang ia lihat, tak ada ruangan gelap, tak ada desisan.. hanya cahaya terang dari langit dan perapian yang menyala, Harry merasakan angin malam menyapanya.. menerbangkan helaian rambut lebatnya berniat menyapa. Kembali Harry menggerakan tangannya, membuat suatu perlindungan di tempat pemberhentian mereka. Pepohonan bergoyang karena hembusan angin, seolah mengikuti perintah sang pemberi. Harry melangkah keluar, bergabung bersama dua temannya yang menatap cemas.
"Harry kau baik-baik saja?" Tanya Hermione meletakan daging yang ia makan ke atas piring menatap Harry yang sedikit berantakan.
"Tidak apa-apa Mione," balas Harry tersenyum, menggigit buah Pir yang sempat diberikan oleh salah satu pohon. Mengunyahnya pelan sambil memikirkan apa yang terjadi padanya, kilasan itu terlihat samar..
Ron dan Hermione saling melirik, memperhatikan Pangeran mereka termenung menatap temaram lampu berkelip dari kunang-kunang yang mulai muncul mengelilingi. Pasangan soulmate itu mengedikan bahu, membiarkan Harry pada keheningan malam...
...
..
.
James yang memimpin perjalanan menghentikan rombongannya. Menunjuk Sirius, salah satu orang kepercayaannya untuk maju menghadap beberapa prajurit Kerajaan Slytherin yang ada di perbatasan untuk mengirim pemberitahun pada Lucius bahwa mereka sudah sampai. Sang pengawal berpakaian hijau itu menunduk hormat dan mempersilahkan jalan, membimbing para orang Gryffindor menuju istana sesuai perintah Yang Mulia Slytherin.
Merasa tak ingin melewatkan.. Harry melihat keluar, maniknya melihat perumahan yang ada di Kerajaan ini sangat berkelas dan terawat. Layaknya Gryffindor yang lambangnya dominan warna merah, Slytherin kebanyakan menonjolkan kesan dingin dengan lambang hijau pekat yang terlihat hampir menutupi warna lain, bahkan Harry harus bisa membedakan tumbuhan dengan jubah hitam mereka yang serba hijau. Dekorasi sampai pada arsitektur di sekeliling menunjukan sebagaimana kesan Kerajaan dengan di iringi patung-patung ular. Wajah-wajah angkuh namun terlihat bersahabat menunduk hormat begitu mereka hampir sampai di istana.
Harry tercengang begitu mereka mulai masuk gerbang istana yang megah dengan ukiran-ukiran rumit beserta kaca mengkilap, elegan dan sangat berkelas, taman bunga yang terkelompok dari berbagai jenisnya, air mancur besar bersama ikan-ikan hias yang berenang, hewan-hewan langka seperti merak albino, kolam air yang di tempati angsa-angsa putih bersih, rumput tegak yang di bentuk sedemikian rupa, dan hal indah yang Harry sendiri tak bisa jelaskan, tapi sepertinya keluarga Kerajaan menyukai buah Apel.. itu terlihat benar mengetahui banyaknya pohon Apel hijau yang berdiri kokoh. Harry berpikir Kerajaan mereka akan kalah megah jika dibandingkan. Kerajaan Slytherin yang pertama kali ia datangi ini.. sangat memukau.
Harry turun dari kerendanya, sedikit tak nyaman saat tatapan ganjal dan desisan tertuju padanya, meski mereka disambut oleh para pekerja istana yang ramah, tak dapat dipungkiri jika ada beberapa pasang mata yang menatap tak suka.
Mereka langsung disambut di Aula besar setelah mengganti pakaian menggunakan sihir. Naracissa tersenyum anggun, menarik Lily kedalam pelukan dan James bersalaman dengan Sang Raja.
"Apa kalian baik-baik saja diperjalanan?" Tanya Naracissa melepaskan pelukan. Wajah cantik itu berbinar saat melihat Lily yang menggeleng terkekeh. "Dan oh, apa ini Pangeran Harry Potter?" Lanjutnya mengalihkan tatapan.
Harry tersenyum canggung, menunduk hormat layaknya Pangeran pada Pria berambut pirang panjang yang menatapnya datar dan wanita cantik yang memancarkan kelembutan.
"Yes I'am. Salam kesejeahteraan Yang Mulia Raja Lucius Malfoy dan Ratu Naracissa Malfoy," salam Harry yang dari awal sudah di beritahu nama sang pemegang Takhta.
"Ah, ternyata kau benar-benar manis." Balas Naracissa membuat Harry tersipu gugup, dan untunglah segera teralihkan saat Lucius membimbing untuk makan siang bersama.
"Maaf, Pangeran kami tidak bisa bergabung. Dia sedang sibuk melatih kemampuannya di luar," ucap Naracissa begitu mereka semua sudah duduk di ruang makan khusus yang luas, para pelayan mengiris beberapa daging dengan sopan dan menuangkan wine dalam gelas kaca yang di bagian lehernya terdapat hiasan ular yang transparan.
"Tidak apa-apa Cissy, masih ada banyak waktu untuk itu." Balas Lily tersenyum sebelum mereka mulai dengan kudapan yang berkelas tanpa obrolan sebagaimana para bangsawan.
Harry memakan saladnya, ia tidak menyukai daging dan menjadi vegetarian bukanlah ide yang buruk. Harry hanya kasihan pada para hewan-hewan itu yang rela di masak untuk dijadikan makanan, entah bagaimana rasanya ia mendengar teriakan minta tolong dari para hewan yang meminta untuk tidak dijadikan santapan itu padanya. Memikirkannya membuat Harry bergedik..
Mengenai makan siang, Harry penasaran dengan Pangeran Kerajaan Slytherin yang terkenal. Sayang sekali dia tidak bisa ikut jamuan yang terjadi sekarang, bagaimana rupa sang Pangeran dari negeri ular ini? Melihat rupa Sang Permaysuri yang cantik dan anggun pun beserta Sang Raja yang gagah dan angkuh dengan tatapan kelabu tajam. Harry jadi teringat pemuda pirang platina yang pernah bertemu dengannya, ia bertekad akan mencari laki-laki itu nanti.. setidaknya sembari berkeliling melihat sekitar Kerajaan ini.
*
...
I Found You My Angel
ICHADRAY
*
Draco menyipitkan manik silvernya, memfokuskan arah pada busur yang menarik anak panah diantara jemarinya. Sampai pada titik yang tertera dengan kejauhan yang cukup panjang, panah itu melesat cepat, Draco tak mementingkan apakah tembakanannya tepat sasaran karena kini tangannya menarik panah yang berada disebalik bahunya berkali-kali pada arah sasaran yang berbeda. Melesat dengan kecepatan tak terbatas menghujam berlapis pada anak panah yang sebelumnya berada.
Pemuda yang kini menanggalkan pakaian mewah Pangeran dan menggantinya dengan pakaian latihan itu mendengus, beralih mengistirahatkan dirinya sesudah memainkan permainan yang cukup menyenangkan bersama kedua temannya. Draco melepaskan busur pun beserta panah yang melekat, duduk di bangku dengan sorot mata yang tajam. Theo dan Blaise menghampiri Draco lalu duduk di masing-masing sisinya, menatap lapangan banyak penghuni para prajurit istana yang berlatih.
"Kenapa kali ini?" Tanya Blaise menaikan sebelah alisnya sembari mengelap pedang yang berkilau di timpa cahaya matahari. Ia melirik Draco yang mengajak mereka kesini sejak pagi dan kini mendengus kesal.
"Mungkin Pangeran kita tidak ingin kehilangan kemampuan tempurnya?" Sahut Theo saat tak mendengar jawaban dari Draco yang mengeraskan rahangnya namun tetap datar. Jarang sekali Draco mengajak mereka ke lapangan, hanya sesekali dan itu pasti karena masalah keluarga pun dalam istana.
"Perjodohan!" Balas Draco singkat, ia merapal mantra perendam dan meraih pedang kesayangannya, menilai apakah ada yang cacat di sana.
"Lagi? Aku tak menyangka Yang Mulia Ratu masih saja menjodohkanmu dengan para Putri yang memoles wajah mereka layaknya badut itu sekalipun kau terus menolak," Blaise terkekeh, menyeringai begitu tau permasalahan Draco saat ini adalah permasalahan yang sama beberapa bulan belakangan.
Draco mendengus, mengingat perkataan Ibunya yang terus mendesak agar ia setidaknya menerima salah satu dari anak para Raja lain yang menginginkannya. Hell.. Draco menghormati Ibunya tentu, tapi ia tak ingin menjalin ke tahap yang lebih serius saat para Lady yang di sondorkon Ibunya itu tak sesuai dengan seleranya. Mereka terlalu berisik, mengatur, nada yang sengaja di lemah lembutkan dan hal apapun yang Draco tidak sukai.. terlepas dari itu, Draco masih sembilan belas tahun. Bagaimana bisa Ibunya menyuruh ia memilih calon Ratu yang akan datang saat umurnya bahkan masih terbilang remaja? Lagipula Draco akan memilih pilihannya sendiri, tidak dengan para Gadis yang sangat tidak mencerminkan seorang Lady karena menggodanya diacara tertentu yang selalu ia datangi.
"Itu alasanmu Draco? Well.. setidaknya kau harus menyambut Kerajaan sebelah yang datang hari ini bukan?" Ujar Theo meraih busur dan panah yang sempat di pakai Sang Pangeran lalu membidik tepat sasaran bulatan kecil berwarna hitam di papan yang jauh di sana.
"Kerajaan sebelah?" Tanya Draco menghentikan usapan kain di pedangnya, melirik Theo yang masih membidik. Ia tak tau hal itu, Kerajaan sebelah? Memang Kerajaan apa yang bersebelahan dengan Slytherin di area Hogwarts?
"Gryffindor. Aku mendengar mereka tiba siang ini, dan mungkin saja kau menemukan seorang Putri cantik di sana." Lanjut Theo tanpa melirik Draco, tersenyum puas saat semua anak panahnya tepat sasaran.
Draco mencebik, mengabaikan Theo yang selalu ingin memancingnya berdebat dan kali ini menggunakan kata 'Putri' yang menjadi probemnya. Ia melirik Blaise, temannya yang paling waras terlihat merenung. Draco mengangkat sebelah alisnya, menyampaikan jika ia bertanya kenapa raut wajah itu tercipta di wajah kecoklatan Blaise yang biasanya hanya datar sepertinya.
"Kalian tidak merasa aneh? Sudah puluhan tahun kerja sama dua Kerajaan terjalin, tapi baru kali ini Gryffindor yang bergerak duluan. Bukankah itu sangat mencurigakan?" Gumam Blaise menatap Draco dan Theo bergantian bersama tatapan mata yang serius.
Draco hanya diam, tak berkomentar apa-apa bahkan saat Theo yang menanggapi hal itu sebagai lelucon. Draco sedikit membenarkan apa yang Blaise katakan, terlalu aneh mengetahui jika dua Kerajaan yang dulunya adalah musuh itu kini bekerja sama, bahkan sampai para pemegang Kerajaan Gryffindor menemui kemari. Tapi jika hal ini berkaitan dengan perjodohan yang selalu dibicarakan kedua orang tuanya, Draco untuk sekai lagi akan menolak. Memangnya siapa yang ingin menikahi gadis yang tidak ia cintai? Mungkin pemerintahannya kelak bisa berjalan, tapi itu tak akan menjamin ia bahagia bukan?! Draco sudah menemukan seorang yang bisa menarik hatinya dan bertekad akan menemui pemuda emarald itu nanti.
...
.
.
Draco menyusuri perumahan, melihat keadaan rakyatnya dengan berpakaian sederhana namun tetap mewah di saat bersamaan. Berjalan santai mengangkat tangannya tersenyum tipis memberitahu para warga untuk melanjutkan aktivitas begitu tundukan hormat ia dapatkan. Draco hanya ingin menikmati harinya seharian, ia sudah berlatih bersama Theo dan Blaise tadi dan ia memutuskan untuk mengawasi kegiatan para rakyatnya tanpa mereka berdua mengingat kedua temannya itu terkadang membuatnya kesal. Jadilah Draco memerintahkan mereka kembali ke istana dan meminta untuk tidak mengatakan apapun pada Ayah, Ibunya tentang ia yang melarikan diri dari acara penyambutan Kerajaan.
Manik silver kebiruan itu berkilat, menyusuri jalan yang sedikit ramai. Tak ada yang berubah terakhir kali Draco menyusuri tempat yang sama. Toko-toko yang menjual banyak barang, pedagang yang menawarkan hasil panen mereka, para anak kecil, perbincangan para orang tua, dan sebagainya.. kakinya membawa lebih jauh, sekali lagi menganggukan kepala pada para rakyat yang menunduk hormat padanya. Draco mengeratkan jubahnya, memilih untuk masuk ke dalam toko kecil yang terawat tampak berkelas di antara toko yang lain. Aroma coklat, remahan roti dan kue yang di panggang seketika menyapanya penciumannya saat langkah kaki itu masuk kedalam.
Semua orang terkejut dan membungkuk bersamaan begitu tau jika Sang Pangeran berdiri di pintu dengan tatapan yang datar. Tak sulit mengetahui jika pemuda yang memakai jubah itu adalah sang Pangeran, aura sihir milik keluarga kerajaan sangat berbeda. Draco mengangguk, mengatakan jika sedang tidak ada tugas apapun dan hanya ingin bersantai. Meski sedikir enggan, semua orang di sana kembali pada apa yang sempat tertunda. Draco tersenyum tipis, menjadi seorang Pangeran bukan berarti ia harus menjunjung tinggi pangkat yang ia punya bukan? Berbaur bersama para rakyat sesekali bukanlah hal buruk. Draco melangkah menuju meja kecil yang terhubung dengan kaca transparan menunjukan kegiatan diluar, sengaja memilih di sana untuk melihat para pejalan kaki dan kegiatan yang para warga lakukan.
Seorang wanita tua mendekat, terlihat ramah dari wajah keriput yang dominan, membungkuk singkat dan menanyakan apa makanan atau minuman yang di inginkan Draco dari toko kecilnya.
Draco tersenyum samar, mengatakan untuk menyediakan teh saja.. lagipula ia tak akan lama di sini, ia hanya sedikit lelah berjalan dan beristirahat sebentar. Maniknya melihat keluar, para pejalan kaki yang menikmati hari yang mendung, anak-anak yang bermain, beberapa burung hantu yang menjadi pos, dan jubah berwarna hijau khas Slytherin hampir memenuhi warna yang ada, silvernya melihat para pedagang yang terlihat licik mengurangi timbangan pada buah jualan mereka dan pembeli yang pintar memasukan satu buah lagi ke dalam keranjang. Untuk hal ini Draco menyeringai, Slytherin memang picik.. tapi di samping itu sangat jenius dan pintar. Bukan tanpa alasan kenapa Kerajaan berlambang ular ini menjadi bahan perbincangan akan kekuatan dalam segala hal, mereka unggul dalam hal apapun. Draco merasa bangga bisa menjadi bagian dari penerus...
Pemuda tegap itu mulai menyesap teh yang tersedia di meja, pemilik toko sepertinya terlalu ramah dengan menambahkan beberapa kue kecil di sana dan Draco hanya tersenyum singkat sebagai tanggapan. Ia menikmati aroma yang menguar di dalam toko yang ia tempati, perpaduan antara coklat dan kue yang selesai dipanggang membuat perutnya terasa tergelitik. Draco jadi mengingat pemuda bermata emarald itu, aroma sihirnya juga terasa sangat manis dengan tambahan bunga Sweet Alyssum dan residunya yang menghipnotis. Tak pernah ia lupa, tentang bagaimana energi sihir itu menariknya, tentang bagaimana manik hijau jernih itu menatapnya cerah layaknya seorang pemuda dengan kedua temannya itu di sebrang balik kaca toko sana...
....
...
..
.
Tunggu,..
Draco membelelakan matanya, pengelihatannya tidak salah.. di sana, tepat di depan penjual buah yang ia lihat licik barusan. Dengan pakaian sederhana ketiganya, rambut hitam berantakan, kacamata yang membingkai sepasang emarald yang memukau, balik menatapnya sambil tersenyum manis..
'Harry..!'
*
~♡~
*
TBC
*
~♡~
*
-Fic ini sudah lebih dulu UP di Wattpad dengan judul yang sama-
Silahkan jejak jika berkenan^^)/