TbIz 1 (Alpha/Omega)

M/M
G
TbIz 1 (Alpha/Omega)

Prompt: I got into some trouble today. I sort of punched an alpha in the face when he touched me.

Rated: T

.

.

.

.

Izuna tidak seperti Omega pada umumnya–manis, lembut dan keibuan–sekalipun Omega pria. Tidak, Izuna tidak seperti itu. Sejak kecil dia dilatih untuk bisa membela diri. Mengikuti kelas bela diri bukanlah hal yang aneh baginya. Justru merupakan kewajiban dalam keluarganya untuk menguasai seni bela diri.

Izuna layaknya Omega pada umumnya, memiliki proporsi tubuh Omega pria yang ramping dengan pinggang seperti jam pasir. Kulitnya yang putih berseri, ditambah dengan rambut hitamnya yang panjang menambah kesan ayu pada dirinya. Namun, Omega yang satu ini adalah tipe Omega cantik nan mematikan.

Izuna sejak kecil sering sekali terlibat tawuran dan berkelahi. Apalagi jika dia bertemu dengan Alpha arogan yang menggunakan kekuatannya untuk mengintimidasi Beta bahkan Omega. Izuna benci itu. Dia benci para Alpha yang berpikir mereka adalah warga kelas satu sedangkan sub-gender yang lain adalah babu. Seperti saat ini misalnya.

Izuna sedang mengantri di sebuah toko pastry yang sedang menjual crombolini isi coklat lumer. Dia sudah lama memesan jauh-jauh hari dan hari ini adalah gilirannya. Izuna sangat antusias, apalagi ketika aroma pastry menyapa indra penciumannya, membuat air liurnya menetes.

Namun seketika antusiasnya hilang. Sepasang kekasih sedang duduk di ujung toko, terlihat sedang beradu argumen. Awalnya Izuna tidak mau tahu sambil merapal mantra bahwa dia kemari untuk membeli crombolini, pulang lalu menyantapnya. Sayangnya itu tidak berlangsung lama. Feromon pekat berbau masam yang lama kelamaan menjadi pahit menandakan seorang Omega sedang stress dan menangis ketakutan. Disisi lain feromon Alpha seperti tomat busuk mengganggu Omega di dalam dirinya. Meski begitu, Izuna tetap diam. Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa hari ini dia akan menjadi omega yang baik, manis dan kalem.

Lalu terdengar suara Alpha menggelegar, mengeluarkan feromon Alpha yang penuh dominasi membuat Omega di depannya patuh dan tunduk. Hal itu serta merta membuat Izuna kehilangan kesabarannya. Dia langkahkan kakinya panjang-panjang. Menyeruak diantara manusia-manusia yang hanya menjadi penonton kemudian berdiri di depan seorang Alpha dan melindungi seorang Omega yang tertunduk seraya menangis.

Cih! Dasar bedebah.

Izuna tatap Si Alpha tanpa gentar. Dia tahu saat ini dia sedang menantang seorang Alpha. Akan tetapi dia tidak takut dan tidak akan tunduk meski Omeganya sedikit protes ketika Si Alpha menekannya dengan feromonnya.

“Bukankah Alpha ada di piramida dinamika paling atas? Tapi, mengapa kesombonganmu itu tidak setinggi intelegensi otakmu? Apa otakmu kau letakkan di selangkangan?”

Izuna tahu Alpha di depannya ini murka. Terlihat wajahnya yang merah padam. Bukannya takut, Izuna semakin bersemangat.

“Omega sialan! Beraninya kau berkata seperti itu di depanku? Seorang Alpha?”

“Aku bisa menghajarmu dengan mudah karena otak tololmu itu sulit mencerna apa yang baru saja aku katakan.”

“Apa kau bilang?!”

Alpha itu mencengkram lengan Izuna. Reflek Izuna melayangkan bogem mentah tepat di pipi kiri Si Alpha. Tak puas di situ, Izuna memberinya uppercut dibawah dagu yang membuat Si Alpha tersungkur dan tak sadarkan diri.

Izuna menoleh ke arah Omega yang telah berhenti menangis dan menatapnya terkejut. “Sebaiknya kau segera pergi. Jangan lagi kau temui dia lagi. Apa kau mengerti?”

Gadis Omega itu mengangguk. “Dia blind date ku. Jadi, aku tidak terlalu mengenalnya. Terimakasih sudah menolongku.”

Izuna mengangguk. Merasa lega karena telah menolong sesama Omega. Namun rasa leganya hilang ketika Si Alpha ternyata memiliki anak buah yang berjaga-jaga tak jauh dari toko. Rupanya, Si Alpha adalah preman, begitulah asumsi Izuna. Netra Izuna membola tatkala orang bawahan Si Alpha merangsek masuk dan melihat bosnya tergeletak tak sadarkan diri. Sadar tak bisa mengalahkan preman-preman itu yang kesemuanya Alpha, Izuna segera meninggalkan toko pastry itu.

Izuna berlari kencang sambil sesekali melihat kebelakang. Preman-preman itu mengejarnya. Dalam hati, Izuna hanya bisa mengumpat Dasar Izuna bodoh! dan berdoa Siapapun tolong aku!

Doa Izuna terkabul. Di ujung jalan dia melihat segerombolan pemuda yang dia kenal. Rambut keperakan Si Ketua sangat mencolok membaur di antara rambut-rambut lain yang berwarna-warni.

“Hei, Pak Tua! Tolong aku!”

Pemuda berambut putih itu lantas menoleh ke arah Izuna. Alis matanya terangkat. Netra merahnya bergerak dari Izuna ke bagian belakang dimana para pria dewasa sedang mengejarnya. Tobirama, pemilik surai keperakan itu mendesah lelah.

“Apa kau tidak bisa tidak berbuat onar?” tanya Tobirama sewot.

Izuna segera bersembunyi di belakang Tobirama. Nafasnya terengah-engah, “Cepat bantu aku, usir mereka dari sini.”

Tobirama menoleh Izuna yang menempel di punggungnya, “Beritahu aku alasan yang masuk akal, mengapa aku harus membantumu? Bukankah kau bilang, kau akan menjadi Omega yang manis dan kalem?”

“Hei, bocah! Serahkan Omega jalang itu pada kami,” seru salah satu preman itu. Bisa Tobirama lihat, preman yang ada di depannya mudah untuk dikalahkan meski tato menghiasi sekujur tubuhnya.

“Diam! Aku sedang tidak berbicara denganmu. Nanti, setelah aku bertanya pada Omega Jalang ini, baru aku dengarkan ocehan kalian.”

Si Preman terdiam setelah mendapat intimidasi dari feromon Tobirama.

“Bosnya menyentuhku saat aku antri crombolini jadi aku menonjoknya,” ucap Izuna singkat, padat, mengundang perang dunia ketiga.

Tobirama menatap preman di depannya tajam. Raut wajahnya berubah dingin. “Siapa dari kalian yang bosnya?”

“Mereka semua hanya cecunguk. Bosnya pingsan.” Tobirama dibuat tak percaya. Iya dia tahu Izuna Omega barbar, tapi sampai menghajar seorang Alpha hingga pingsan sepertinya alasan ‘menyentuh’ bagian tubuhnya tidak sepenuhnya benar. Nanti saja dia tanyakan hal yang sebenarnya terjadi pada kekasihnya itu.

Tobirama menghela nafas lelah. Jujur saja dia tak sanggup menghadapi kenyataan bahwa sahabat yang juga merangkap sebagai kekasihnya itu lebih sering terlibat suatu masalah dibanding diam dirumah melakukan sesuatu yang Omega lakukan pada umumnya. “Kalian aku beri satu kesempatan, tinggalkan tempat ini dan segera bawa bos kalian ke luar dari toko pastry itu sebelum aku telpon polisi.”

“Dalam mimpimu, bocah tengik!”

Bentrok tak terhindarkan. Aksi saling pukul mewarnai sore hari Izuna. Gerak tubuh Izuna yang lincah membuat musuh kesulitan membalas pukulannya. Meski tak mendapat crombolini yang telah lama dia inginkan, meluapkannya pada preman-preman ini sedikit menghibur hatinya yang kusut. Bentrokan itu berhenti setelah terdengar suara sirine dari kejauhan. Tobirama memberi pukulan telak pada preman yang mengatainya bocah tengik hingga tak sadarkan diri. Tobirama dan kawanannya segera meninggalkan tempat kejadian perkara setelah melihat para preman itu telah tumbang, berserakan di tanah seperti sampah. Apalagi dia juga tidak ingin berurusan dengan pihak berwajib.

Mobil polisi berhenti tepat di depan para preman itu. Semuanya tumbang, tidak ada yang tersisa. Tawuran yang seperti ini sudah sering mereka jumpai. Jadi mereka putuskan untuk tutup mata. Sebelum mereka kembali berpatroli, suara dering telepon mencegahnya kembali ke jalanan. 

“Iya? Ada apa?”

“....”

“Iya aku tahu itu kalian. Jadi ada masalah apa kau dengan mereka?”

“....”

“Iya baiklah. Tenang saja, akan aku bereskan.”

Sambungan telepon berakhir, mau tak mau dia harus membereskan perselisihan tak berguna ini. “Siapa penanggung jawab kalian?”

Beberapa preman yang berguling-guling di aspal jalan menunjuk pria tua dengan tato disekujur tubuhnya. Polisi itu mendekat seraya menampilkan senyuman palsu lalu berbisik, “Aku sedang dalam mood yang baik jadi aku akan menutup mata atas keributan ini. Aku sudah mengetahui akar permasalahannya, akan lebih baik kalau kau segera pergi dari sini. Kalau tidak, kau lihat pria itu?” Polisi itu menunjuk partnernya yang bersandar pada mobil patroli. “Partnerku yang satu itu tidak akan membiarkanmu hidup-hidup setelah mengetahui kalau bosmu menyentuh adik semata wayangnya. Jadi, segera angkat kaki dari tempat ini. Kalau aku sampai menemukanmu di kantor polisi dan melaporkan ini semua, kau tidak akan mau tahu apa yang bisa kami lakukan padamu. Apa kau mengerti?”

Senyum polisi itu merekah, namun mengerikan. Preman tua itu mengangguk cepat dan meninggalkan anak buahnya yang masih tergeletak tak berdaya. Dia menghampiri partnernya itu.

“Kenapa berbisik-bisik, Hashi?”

“Bukan apa-apa. Sebaiknya kita pergi dari sini Madara. Bagaimana kalau aku traktir crombolini di toko pastry di ujung jalan sana?”

Madara memicingkan matanya, ada sesuatu yang Hashirama sembunyikan darinya. “Hei, Hashirama sebenarnya apa yang terjadi?”

Dalam perjalanan menuju toko pastry, Hashirama menceritakan apa yang telah terjadi. Tentang Izuna hingga perkelahian itu terjadi.

Tobirama tengah duduk di sofa kecil di apartemennya seraya menatap Izuna yang berdiri kikuk di depannya. Omega di depannya itu tak berani menatapnya langsung. Mungkin merasa bersalah pada janji yang dia katakan padanya.

“Siapa yang mengatakan akan menjadi Omega manis dan kalem hari ini?”

Izuna melengos, masih terdiam.

“Izuna, aku sedang bicara padamu.” Izuna tak bergeming. Tobirama menghela nafas panjang. “Tiap kali pre heat mu datang emosimu pasti tidak stabil, tantrum bahkan kau menghabiskan waktumu di sasana tinju. Apakah daftar pre heat mu bertambah? Apakah meninju Alpha termasuk di dalamnya?”

Bagi sebagian besar Omega, ketika masa pre heat datang, mereka akan membuat nest untuk membuat rasa nyaman dan aman. Aroma feromon Alpha yang mereka dapatkan dari baju atau selimut membuat para Omega bisa melewati masa heat-nya dengan sedikit lebih mudah. Mungkin diluar sana ada Omega seperti Izuna. Semoga para Alpha yang bertemu dengan Omega yang bertingkah seperti Izuna diberi kesabaran seluas samudra.

“Apa sekarang kau ingin menghakimiku?” Izuna akhirnya menatap Tobirama. Keduanya saling tatap. Alpha dalam diri Tobirama menggeram tak suka ketika Omega Izuna bersikap arogan.

“Kalau kau tidak ingin dihakimi, meski aku tidak pernah melakukan apapun yang kau sangkakan padaku, jelaskan apa yang terjadi hari ini?” tegas Tobirama. Izuna tersentak membuat Tobirama merasa bersalah.

“Seorang Alpha membuat Omega yang baru saja dia temui ketakutan. Aku sedang antri crombolini, aku juga sudah berusaha untuk tidak ikut campur tapi Alpha brengsek itu tiba-tiba saja membentak Omega itu.” Izuna semakin marah mengingat perlakuan Alpha tolol yang ditemuinya di toko pastry favoritnya. “Aku hanya benci melihat Alpha sombong itu mengeluarkan feromonnya hanya untuk membuat seorang Omega tunduk dan patuh.”

“Lalu bagian yang menyentuhmu itu bagaimana?”

“Dia memegang tanganku berencana untuk memukulku. Tapi sebelum itu terjadi aku menonjoknya. Sisanya seperti yang aku katakan padamu.”

Tubuh Izuna gemetar menahan amarahnya bahkan sampai mengeluarkan airmata. Tobirama semakin merasa bersalah meski dia tak pernah meragukan semua tindakan yang Izuna lakukan selama ini. Karena dia tahu, Izuna pasti punya alasannya. Hanya saja, saat ini Izuna berada di masa-masa pre heat yang tentu saja bisa membuatnya dalam masalah. Tobirama yakin, Izuna sendiri tidak bisa merasakan aroma manis bak buah yang ranum menguar dari tubuhnya. Aroma yang akan membuat seorang Alpha menjadi liar tak terkendali. Iya, Izuna belum memiliki mate. Mereka belum sampai di tahap lebih dari sekedar kekasih.

Tobirama beranjak dari sofa, memeluk Omeganya, menyalurkan feromon untuk menenangkan Izuna. “Maafkan aku kalau apa yang aku katakan menyakitimu Izu. Aku hanya khawatir. Jika di hari biasa, aku tidak akan sekhawatir ini.”

Izuna mengeratkan pelukannya, semakin menempel pada Tobirama. Dia mengangguk, “Aku tahu. Aku juga salah karena sudah berjanji padamu untuk menjadi omega yang lebih manis, untuk tidak mencari keributan. Tapi aku tidak bisa diam saja melihat Omega itu ketakutan.”

“Iya, iyaa, aku mengerti.” Tobirama melonggarkan pelukannya. Waktunya dia pergi, dalam hitungan jam heat Izuna akan datang. “Aku sudah membuatkanmu nest. Aku sudah siapkan makanan dan minuman untukmu. Kalau kau mau, kita bisa melakukan kontak fisik sebentar, jadi feromonku lebih lama tertinggal padamu. Atau kau ingin sendiri, aku juga tidak masalah.”

Tobirama melepas pelukannya. Dia tidak boleh berlama-lama. Feromon Izuna mulai mempengaruhinya. “Aku pergi.”

Belum Tobirama beranjak, Izuna memeluknya lagi. “Aku ingin menghabiskan waktu heat ku denganmu. Aku tahu kekhawatiranmu karena kita bukanlah mate. Jika kau menandaiku dan menjadikanku mate, maka tidak ada Alpha yang akan mendekatiku.”

Tobirama terkejut mendengarnya. Dia memang ingin sekali menandai Izuna tapi Tobirama tidak ingin memaksakan kehendaknya. Dia ingin Izuna yang menginginkannya. “Apa kau serius, Izu?”

Izuna mengikis jarak keduanya dengan sebuah kecupan. Dia juga melesakkan lidahnya ke dalam mulut Tobirama. Disaat bersamaan Tobirama menarik pinggang Izuna mendekat padanya. Ciuman semakin panas dan basah. Feromon keduanya bercampur membuatnya mabuk dalam nafsu. Diantara desahan-desahan itu Tobirama berkata, “Terimakasih sudah mau menerimaku menjadi mate mu, Izu.”

 

–END–