Black Lily (of beauty in the dark)

怪獣8号 | Kaiju No. 8 (Manga) 怪獣8号 | Kaiju No. 8 (Anime)
F/F
M/M
G
Black Lily (of beauty in the dark)
Summary
Shinonome Rin adalah seorang omega.“Kamu nggak apa-apa?”Feromon alpha, beraroma bunga freesia. Aroma yang mengundang rasa nostalgia.Rin menoleh cepat untuk bertatap muka dengan Ashiro Mina, Kapten Divisi 3.--MinaRin, Ashiro Mina/Shinonome RinPertemuan pertama Rin dan Mina, serta perkembangan hubungan mereka dari tahun ke tahunSaat rasa benci berubah menjadi buah hati
Note
Warning:1. MinaRin, alpha!Ashiro Mina/omega!Shinonome Rin. Juga mengandung naruhoshi dan kafureno.2. OOC, headcanon halu untuk masa lalu Rin3. Timeline fic ini lompat-lompat, dari sebelum Snowdrop sampai ke Gerbera. Disarankan untuk membaca Snowdrop dan Gerbera terlebih dahulu sebelum membaca fic ini.Jika oke, silakan lanjut :)

Shinonome Rin adalah seorang omega.

Orang tuanya adalah pasangan alpha dan omega, dengan dia sebagai anak semata wayang. Terbiasa tinggal dengan ibunya yang benar-benar seorang tipikal omega - keibuan, lemah lembut, manut terhadap alpha yang juga suaminya, dengan ayah seorang alpha yang benar-benar mencintai omeganya, Rin tidak terlalu berpikir pusing saat dia menerima hasil tes sub-kelaminnya  pada masa SMP.

Banyak temannya yang berkata bahwa mereka mengira Rin adalah seorang alpha. Dengan sifat berani menantang apapun, dengan bentuk tubuh yang bagus, dengan kepercayaan diri yang tidak kalah dari siapapun. 

Memang Rin merasa beberapa sifatnya lebih mirip alpha daripada omega, tapi bukan berarti dia tidak menyukai dirinya sebagai omega. Melihat ibunya hidup dengan bahagia bersama ayahnya, Rin juga mendambakan rumah tangga yang bahagia, dengan alpha yang mencintai dan melindunginya, dengan anak kecil berlarian di antara mereka.

Tentu, ada heat sebagai satu hal menyebalkan yang dialami semua omega, tapi semua bisa dikontrol dengan obat dan kunjungan ke dokter. Ayah dan ibunya juga selalu mendukung Rin saat heat-nya datang. Teman-temannya juga membantu menuliskan catatan pelajaran saat dia harus absen dari sekolah.

Saat Rin merasa kehidupannya tidak akan banyak berubah sampai dia menjadi dewasa dan menikah, dengan dia menjadi ibu rumah tangga seperti ibunya, dikelilingi keluarga yang hangat, bencana itu datang.

Tidak ada yang bisa memprediksi tingkah laku kaiju.

Kaiju yang katanya muncul di pegunungan beratus kilometer dari kota tempat Rin tinggal, yang hanya dilihat oleh Rin dan keluarganya dari balik layar tv, tiba-tiba bermutasi. Sayap muncul di punggungnya, membawa kaiju itu pergi dari kepungan Pasukan Pertahanan dan mendarat di tengah kota tempat Rin tinggal.

Seketika, keseharian Rin musnah.

Rumahnya hancur, orang tuanya menghilang ditelan reruntuhan bangunan, orang-orang di sekitarnya berteriak panik sambil berlari ke tempat pengungsian terdekat. Rin, yang termenung melihat rumahnya hancur rata dengan tanah, merasakan tangannya ditarik oleh seseorang entah siapa. 

“Jangan diam saja! Ayo, mengungsi!”

Kaki Rin yang rasanya membeku di tempat, tertarik untuk ikut berlari. Namun, karena serangan  mendadak yang memporak porandakan kota, banyak akses menuju shelter yang tertutup. Entah berapa lama mereka berlari-lari menyusuri kota, dengan badan bergetar mendengar suara amukan kaiju.

“KYAAA!!”

Seekor kaiju berukuran sedang menerobos dinding di dekat tempat mereka berjalan, mementalkan konkrit dan beberapa orang yang berjalan di barisan paling depan. Rin terduduk di atas aspal, tenaga hilang dari kakinya, hanya bisa membeku saat kaiju itu berlari ke arahnya dengan mulut terbuka.

Papa! Mama! 

Rin memanggil orang tuanya, menutup mata.

BRAK!!

Bukan rasa sakit digigit kaiju, ataupun dingin yang katanya akan menjalar di seluruh badan saat seseorang mati. Angin kuat dengan suara gemuruh membuat Rin kembali membuka matanya. Untuk melihat kaiju yang berlari ke arahnya sudah tidak berbentuk lagi, bonyok menjadi satu dengan tanah dan organ yang berceceran.

Seseorang, dengan seragam Pasukan Pertahanan berdiri di atas bangkai kaiju itu. Sebelah tangannya menggenggam senjata seperti pedang yang berukuran lebih besar darinya. Setelah mencabut senjatanya dari badan kaiju, lelaki itu berbalik.

Seperti bunga yang mekar, pikir Rin saat matanya bertemu dengan mata lelaki itu. 

“Aa–” Rin membuka mulutnya, ingin mengucapkan terima kasih, tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Badannya masih terasa lemas dan jantungnya masih berdetak kencang. Dia lalu melihat lelaki itu mendongak ke atas.

Telinga Rin serasa berfungsi kembali saat mendengar deru helikopter di atasnya. Sama dengan lelaki tadi, beberapa prajurit melompat turun dari helikopter. Mereka langsung bergerak menyelamatkan para warga, yang kurang lebih sama seperti Rin - membeku di tempat. Beberapa warga yang kesadarannya kembali langsung menangis meraung-raung, berteriak kepada para prajurit.

“Kenapa kalian baru datang sekarang?!”

Rin rasanya ingin meneriakkan hal yang sama. Seorang prajurit perempuan menolongnya untuk berdiri. Ekspresinya tidak terlihat di balik masker, namun matanya menunjukkan penyesalan dan amarah. Saat mereka diarahkan untuk berjalan ke shelter terdekat yang masih berfungsi, pastinya dengan pengawalan, Rin mendengar pembicaraan di antara dua prajurit.

“Apa yang Divisi 3 lakukan? Kenapa nggak ada satu pun mereka di sini?”

“Kebanyakan dari mereka memasang barikade di tempat honju pertama muncul, Kapten dan Wakil Kapten mereka juga ada di sana.”

“Haa?! Terus mereka lempar kerjaan ke Divisi 1?”

Apa maksudnya? Divisi 3, yang harusnya bertugas menjaga kota Rin tidak berada di tempat, malahan Divisi 1 yang bermarkas di teluk Tokyo harus datang ke sini? 

“Kalian, sekarang saatnya bertugas. Jangan banyak ngobrol.”

Para prajurit yang tadi bergosip langsung terdiam, memperbaiki postur tubuh mereka. Lelaki yang tadi menyelamatkan Rin - dan sempat menghilang beberapa saat saat prajurit lainnya mengungsikan warga - berjalan ke arah mereka. Sebelah tangannya membawa senjata besar, yang Rin tahu pasti berat tapi terlihat ringan di tangan lelaki ini.

Yoju di area ini sudah tidak ada. 3 orang antar warga ke shelter, sisanya ikut aku ke area F.”

Roger! Semua prajurit yang ada di situ menjawab serempak. Rin kembali mendengar bisikan, “Ketua Pasukan Narumi cepat banget ngebasmi yoju…”

Narumi…

“Ada apa? Kamu terluka?” Narumi, lelaki penyelamatnya dengan senjata besar, rambut dwiwarna, dan manik mata bagaikan bunga, tiba-tiba bertanya kepada Rin yang sedari tadi terpaku menatap wajah lelaki itu. “Kalau nggak gerak, nanti ditinggal, lho.”

Tangan Narumi menunjuk rombongan warga yang berjalan pelan menuju tempat mengungsi. Rin terkaget, tapi segera membungkung untuk mengucapkan terima kasih.

Saat Rin beranjak pergi, indra penciumannya menangkap aroma manis dari sang lelaki, aroma feromon alpha. Berbau harum buah-buahan, yang membuat Rin tenang - mengingatkannya akan keberadaan ayahnya yang kuat dan selalu menopang keluarga.

Narumi…

Nama itu tidak pernah lepas dari benak Rin.

 

***

 

Setelah Rin lulus SMA dengan selamat, walau tidak ada lagi dukungan dari orang tuanya, walau ada beberapa temannya yang tidak berhasil lulus karena telah meregang nyawa, Rin membulatkan tekad untuk mendaftar sebagai Pasukan Pertahanan.

Dia yakin dia bisa lolos, karena Pasukan Pertahanan saat ini telah kehilangan 40% anggotanya akibat serangan Kaiju No. 6. JAKDF ingin mendapatkan anggota baru sesegera mungkin untuk menutupi kehilangan mereka.

Rin ingin sekali masuk ke Divisi 1, di mana ada Narumi dan prajurit lain yang telah menyelamatkan Rin. Namun, dia menemukan bahwa Divisi 1 adalah divisi khusus di antara divisi lainnya, yang tidak bisa dimasuki oleh prajurit baru. Karena itu, Rin mencoba keberuntungannya di Divisi 4.

Kenapa dia tidak mencoba Divisi 3 yang lebih dekat dengan tempat tinggalnya? Pertanyaan ini sering terlontar oleh para senior di Divisi 4 - yang berhasil Rin masuki dengan nilai cemerlang baik tes tulis maupun fisik, membuat instrukturnya kaget saat mendengar Rin adalah seorang omega.

Saat Rin menerima pertanyaan ini, Rin akan menjawab bahwa dia adalah warga kota ○○. Yang bertanya pasti akan terdiam. Kejadian kota hancur karena kegagalan Divisi 3 ini sudah menjadi rahasia umum di Pasukan Pertahanan.

Dari situ, Rin menggembleng dirinya untuk menjadi lebih kuat. Motivasi untuk menjadi lebih kuat tidak hanya datang dari keinginan untuk bergabung dengan Divisi 1, tapi juga dari olokan mereka yang meremehkan omega.

Rasanya puas sekali, melihat wajah menganga mereka yang mengolok-olok sub-kelaminnya, saat melihat Rin berhasil membalap rekor mereka dalam membasmi kaiju.

Semangatnya semakin berkobar saat melihat berita mengenai pengangkatan Narumi Gen sebagai Kapten Divisi 1, mengganti posisi Shinomiya Isao sebagai prajurit anti-kaiju terkuat. Wajah Narumi yang terpampang di tv saat konferensi pers terlihat lebih tegas dan lebih dewasa dibandingkan saat Rin bertemu dengannya pertama kali. 

“Waah, Gen-kun keliatan tambah keren. Muridnya Isao emang hebat.”

Rin reflek melompat kaget saat mendengar suara Kapten Ogata tiba-tiba muncul di sampingnya. “Rin-chan , suka tipe cowok kayak Gen-kun ?”

“Su?! Haah, Suka? Haah?!” Wajahnya memanas mendengar pertanyaan kaptennya yang blak-blakan. Rin lalu memukul-mukul pelan kaptennya yang tertawa kencang. “Kapten! Bukan begituuu! Saya dulu pernah diselamatkan oleh Kapten Narumi, makannya kagum! Bukan suka dalam arti begitu!”

“Iya, iya, haha! Aku sempat dengar cerita itu.” Kapten Ogata menarik napas setelah selesai tertawa. “Yaah, tapi pas banget kalau kamu sudah ada rasa ke Narumi– kagum! Iya, rasa kagum, jangan dipukul lagi!”

“Bagus kenapa?”

“Bagus, soalnya aku mau merekomendasikanmu ke Divisi 1.” Kapten Ogata melipat tangannya, menatap lurus ke arah tv yang masih berisi wawancara media massa dengan Narumi. Senyuman terpasang di wajah kapten itu. 

Rin membelalakkan matanya. Ingin mengorek telinganya, memastikan indra pendengarannya memang berfungsi dengan baik.

 Di saat bersamaan, terdengar pertanyaan terakhir dari wartawan kepada Narumi.

“Kapten Narumi, dari data yang diberikan JAKDF, tertulis bahwa Anda adalah seorang alpha. Apakah Anda sudah punya pasangan?”

Suara bising terdengar menanggapi pertanyaan yang menyentuh ranah personal itu. Bahkan anggota Divisi 4 yang tadi tidak memperhatikan konferensi pers ini menghentikan kegiatan mereka. Tertarik dengan kehidupan personel prajurit terkuat saat ini.

“...Saya telah memiliki partner omega, tapi kami belum menikah.”

Setelah beberapa saat, Narumi menjawab. Dari ekspresinya, terlihat dia tidak ingin menjawab lebih dari itu. Direktur Jenderal Shinomiya yang ada di tempat itu pun mengakhiri konferensi pers secara resmi.

Rasanya, selain konferensi pers barusan, ada hal yang berakhir. 

Di hati seorang omega bernama Shinonome Rin.

Kalau dipikir lagi, ini adalah hal yang wajar. Alpha sekuat dan seganteng Narumi Gen tidak mungkin tidak memiliki partner. Tidak ada partner pun, pasti ada berpuluh omega yang mengantri untuk merebut perhatian Narumi. Rin hanya salah satu dari mereka, yang tidak pernah dilirik sekalipun oleh Narumi. Yang hanya kebetulan pernah diselamatkan oleh Narumi. Bukan sesuatu yang spesial.

Keinginannya untuk bergabung ke Divisi 1 bisa tercapai, bersamaan dengan cintanya yang tidak akan terkabul.

“Rin-chan, jangan kecil hati, masih banyak alpha keren di luar sana— WADAW!!”

Sebagai hadiah perpisahan dengan kapten yang telah membimbingnya sampai saat ini, Rin menginjak kaki Kapten Ogata dengan sekuat tenaga.

 

***

 

Sesuai dugaan, latihan dan aktivitas di Divisi 1 lebih keras dibandingkan Divisi 4. Tapi, Shinonome Rin tidak akan kalah hanya karena latihan yang lebih berat dan kerja yang lebih brutal - mereka terkadang harus terbang ke area di luar yurisdiksi mereka.

Untungnya, diskriminasi terhadap omega tidak terlalu terasa di divisi ini. Kebanyakan dari alpha dan beta di sini menghormati omega yang bekerja di pangkalan yang sama dengan mereka, bahkan kagum terhadap para omega yang dapat mengikuti kesibukan mereka.

Daripada diskriminasi, keunikan anggota Divisi 1 lebih terlihat. Rin tahu kalau hanya divisi ini yang memperbolehkan anggotanya untuk… lebih bebas. Apakah ada kata lain untuk mendeskripsikan tingkah gila Divisi 1? Mungkin Rin harus berdiskusi dengan omega lain, seperti Kurusu di bagian operasional, supaya tidak ikut gila.

Terutama saat Rin melihat Kapten Narumi berjalan di Markas Ariake mengenakan kaos bermotif anime. Rin langsung minum vodka dan mabuk semabuk-mabuknya malam itu.

…Tidak, dia tidak mabuk karena menghirup feromon omega beraroma kopi manis yang menempel erat tanpa cela di kulit kaptennya. Dia hanya mabuk karena menemukan bahwa kaptennya adalah seorang wibu. 

“Jangan denial terus, nggak baik buat mental.” 

Rin memberikan bogem mentah kepada Miyake yang menemaninya minum malam itu. Tachibana? Dia sudah pingsan di gelas kedua.

.

.

Rin melanjutkan perjuangannya untuk menjadi kuat di Divisi 1 sampai dia mendapat gelar Ketua Pasukan - gelar yang juga dipegang Narumi saat menyelamatkan Rin. Hatinya dan tubuhnya melompat ria saat Kapten Narumi sendiri yang menugaskan gelar ini kepadanya. Dia tetap memoles dirinya, baik secara kekuatan maupun secara penampilan. Rumor omega cantik atau omega terkuat di Divisi 1 pun muncul mengikuti langkah Rin.

Namun, Rin tahu dia bukanlah omega terkuat di Pasukan Pertahanan.

Gelar itu saat ini dipegang oleh Wakil Kapten Hoshina di Divisi 3. Lelaki omega yang berhasil mengalahkan rekor Kapten Narumi dalam pembasmian kaiju berukuran kecil dan sedang. Tidak hanya disebut sebagai omega terkuat, gelar petarung jarak dekat terkuat pun sekarang dipegang olehnya.

Banyak yang salah paham tentang sub-kelamin Wakil Kapten Hoshina karena aroma feromon alpha sangat lengket di seluruh badannya, membuat alpha atau omega lain tidak dapat mencium aroma feromon asli milik Hoshina. Tapi, Rin tahu feromon siapa yang menyelubungi Hoshina. Walau dia hanya pernah menciumnya barang sekali, dia tidak akan pernah bisa melupakan bau manis buah ceri dan anggur dari orang yang pernah menyelamatkannya.

Sekali lagi, dia diingatkan bahwa cintanya terhadap sang penyelamat telah kandas. Mood-nya untuk mengikuti latihan bersama antar Divisi langsung ikut menghilang, digantikan dengan rasa pundung untuk menjedotkan kepala di dinding terdekat serta minum-minum sampai lupa ingatan.

“Kamu nggak apa-apa?”

Saat Rin ingin memuaskan hasrat menjedotkan kepala, dengan pikiran melayang ke makanan dan alkohol apa yang bisa membuat mood-nya kembali baik, terdengar seseorang menyapanya dengan nada khawatir.

Feromon alpha, beraroma bunga freesia. Aroma yang mengundang rasa nostalgia.

Rin menoleh cepat untuk bertatap muka dengan Ashiro Mina, Kapten Divisi 3. 

“Ah, maaf, apakah pertanyaanku tadi kelewat batas…?” Kapten Ashiro menarik lengan yang tadi terulur untuk menopang Rin. Ekspresi sang kapten yang biasanya terlihat cool sekarang menghilang, dipenuhi pandangan cemas dan mulut berbentuk seperti miffy (´・×・`).

“BUH!” Ekspresi marah - yang tanpa sadar dikeluarkan oleh Rin karena dia masih ada rasa kesal atau dendam terhadap Divisi 3 - luluh melihat ekspresi lucu yang jarang terlihat di wajah Kapten Ashiro. Rin menutup mulut dengan telapak tangan, menahan tawa yang mau keluar.

Eh, eh, eeeeh? Suara bertanya berulang-ulang keluar dari mulut Kapten Ashiro, membuat tawa Rin semakin kencang. Setelah beberapa menit berhasil menahan tawa, Rin akhirnya membuka suara.

“Saya tidak apa-apa, Kapten Ashiro.” Dan mungkin karena kemarin dia dipuji oleh Kapten Narumi karena berhasil memecah rekor, atau karena berhasil membanting Tachibana waktu latihan bela diri, atau mungkin karena rasa penasaran bercampur dengki dan iri yang masih tertanam di hatinya terhadap Divisi 3 dan Ashiro yang ada di depannya, Rin mengucapkan hal yang biasanya tidak akan dia ucapkan kepada orang yang tidak dia sukai. 

“Ngomong-ngomong, Kapten, apakah Anda suka makanan pedas?”

.

.

Rin tidak menyangka Ashiro akan mengiyakan ajakannya untuk makan ramen pedas bersama di izakaya yang ada di Odaiba, langganan Rin kalau sedang ngidam makanan pedas.

Ekspresinya terlihat datar, tapi dari aroma alpha yang tercium semakin semerbak, Rin tahu kalau Kapten Ashiro sedang senang. Bahkan Rin bisa melihat aura berbunga menyelimuti kapten perempuan yang satu ini.

Kapten baru di Divisi 3, yang pada saat kehancuran kota Rin juga telah bertugas sebagai anggota Divisi 3. Yang punya kemampuan untuk membinasakan kaiju raksasa dalam sekejap, tapi tidak mampu melakukan apapun untuk melindungi Rin dan orang tuanya.

“Terima kasih sudah mengajakku, Shinonome.” Ashiro memulai pembicaraan setelah memilih menu - shio ramen dengan potongan cumi. Membuat Rin mengangkat alis, apakah Ashiro suka makanan asin?

“Harusnya saya yang berterima kasih, Kapten.” Rin pun memesan ramen kesukaannya, ramen ekstra pedas dengan tambahan daging. “Maaf, mendadak mengundang Anda makan malam.”

“Tidak apa, aku senang, bisa punya waktu mengobrol dengan prajurit perempuan lain.” Ashiro memainkan jemarinya. “Karena posisi dan senjataku, aku jarang bisa menghabiskan waktu dengan prajurit lain, terutama perempuan.”

Memang, walau dibilang jumlah prajurit perempuan bertambah sejak era Shinomiya Hikari bersinar, rasionya masih lebih kecil dibandingkan prajurit laki-laki. Ditambah posisi Ashiro, baik sebagai pembasmi kaiju berukuran besar yang berdiri sendiri di tempat membidik atau sebagai seorang kapten muda yang naik jabatan dengan sangat cepat karena kemampuan bertarungnya yang unik, membuat banyak orang segan kepadanya.

Tidak lama menunggu, ramen pesanan mereka pun datang. Mata Ashiro terbelalak melihat kuah merah menggenangi mangkuk milik Rin, membuat Rin kembali menahan tawa. Sesi makan malam mereka habiskan dengan mengobrol berbagai hal. Mulai dari permasalahan yang dialami perempuan di Pasukan Pertahanan, menu latihan setiap hari, sampai tentang sub-kelamin. 

“Saya kaget sekali saat tahu Wakil Kapten Hoshina ternyata omega, sama dengan saya. Ternyata ada alpha yang memperbolehkan omega-nya untuk bertarung di garis depan, ya.”

“...Iya.” 

Pembicaraan mereka semakin menuju ranah personal bersamaan dengan minuman beralkohol yang mereka teguk. Saat topik membahas Wakil Kapten Hoshina, Ashiro menaruh gelasnya, berusaha untuk lebih fokus.

“Kira-kira siapa ya, yang beruntung bisa mendapatkan omega sekuat Wakil Kapten Hoshina?”

“...No comment.”

Oh, jadi Ashiro tahu siapa alpha yang beruntung itu. Rin rasanya ingin tertawa melihat tingkah Ashiro yang berwajah datar, namun pada saat bersamaan terlihat panik. 

“Kapten, Anda tidak jago berbohong, ya.” Rin akhirnya tertawa saat melihat Ashiro cemberut.

“Uuggh, boleh kita ganti topik? Aku takut ngomong salah kalau tentang Hoshina dan alpha-nya. Bisa-bisa aku dimarahi mereka berdua.” 

“Haha, oke, oke.” Rin menuangkan bir lagi ke gelas Ashiro, yang diterima Ashiro dengan anggukan terima kasih. “Kalau gitu, saya boleh tanya hal lain, tentang Kapten Ashiro?”

“Hmm, tentu. Mau tanya apa?” Ashiro kembali mengangkat gelasnya, meneguk pelan bir dingin.

“Tentang kejadian di Kota ○○, 5 tahun yang lalu.” Rin melihat gerakan Ashiro terhenti seketika. Gelas yang terarah ke mulutnya terhenti di udara. Tidak menunggu Ashiro kembali tenang, Rin melanjutkan, “Saya dulu tinggal di sana, bersama orang tua saya. Yah, sekarang mereka sudah tidak ada. Bersama rumah tempat saya lahir yang juga hancur.”

Suara gelas bir milik Ashiro yang berdetakan dengan meja saat ditaruh kembali terdengar nyaring di telinga Rin. Begitu juga dengan suara orang-orang yang tertawa menikmati makan malam mereka. Rasanya ada satu pelindung yang memisahkan antara meja mereka dengan meja lain yang berbahagia. Satu pelindung bernama penyesalan dan amarah.

“Saya dengar banyak dari anggota Divisi 3 pada saat itu yang berhenti karena tidak kuat dengan beban mental kegagalan mereka. Bahkan Kapten dan Wakil Kapten didemosi karena pengambilan keputusan yang tidak tepat.” Rin melanjutkan meneguk birnya. Matanya tidak lepas dari sosok Ashiro, yang memandangnya dengan wajah serius. “Tapi, Anda tidak berhenti. Anda tetap bertahan di Divisi 3, sampai akhirnya naik menjadi kapten.”

Rin tahu, dia bisa berkata begini bukan hanya karena rasa kesal dan pertanyaan yang terpendam selama bertahun-tahun. Kekuatan alkohol dan atmosfer izakaya saat ini, beserta feromon alpha beraroma bunga freesia yang menenangkan, yang seakan menerima semua keluh kesah dan amarah Rin, mengajak Rin untuk mengungkapkan semuanya.

“Kenapa?” 

Kenapa Anda tetap berada di Divisi 3? Kenapa Anda tidak ada di sana pada saat itu? Kenapa Anda tidak menyelamatkan orang tuaku? Kenapa Anda tidak terlihat menyesal? Kenapa, kenapa, kenapa?

Banyak sekali ‘kenapa’ yang ingin ditanyakan oleh Rin, yang dia bebankan semua ke dalam satu kata. 

Dari lubuk hatinya, Rin tahu, Kapten Ashiro, yang pada saat itu hanyalah prajurit biasa, tidak punya tanggung jawab apapun terhadap apa yang terjadi pada kotanya, pada orang tuanya.

Tapi, Rin tidak tahu, pada siapakah lagi dia bisa menumpahkan rasa kesal ini.

“Shinonome.” Mata Ashiro menatap lurus ke arahnya, dengan murni, tanpa bersembunyi di balik apapun. “Aku ikut berbelasungkawa atas meninggalnya orang tuamu.” Tangan Ashiro meraih tangan Rin, mengajaknya untuk meninggalkan gelas bir di atas meja, lalu menggenggam lembut tangan Rin - yang dingin karena tegang.

“Aku mengerti amarahmu, rasa kesalmu. Aku pun begitu, menangis dan menyesal tidak bisa melakukan apapun pada saat itu. Sekarang pun, jika ada warga sipil yang tidak bisa kuselamatkan, penyesalan terus menghantuiku.” Ibu jari Ashiro mengelus pelan telapak tangan Rin, memberi kehangatan. “Tapi, aku tidak akan meminta maaf lagi atas apa yang terjadi di kotamu.”

Rin membelalakkan matanya, bertemu kembali dengan mata Ashiro yang penuh dengan tekad bulat. 

“Aku menyesal atas ketidakberdayaanku di hari itu, yang tidak bisa langsung bergerak menuju titik kaiju itu terbang. Aku telah meminta maaf, di dalam hati, karena aku waktu itu hanyalah prajurit biasa. Tapi, cukup sekali. Sisa penyesalan dan rasa bersalah ini akan kubawa sampai akhir, bersama janji untuk menjadi lebih kuat. Agar tidak ada lagi warga sipil yang menjadi korban.

Kamu juga, berjuang menjadi lebih kuat untuk alasan yang sama, kan?”

Tangan mereka bergandengan di atas meja dengan mata yang saling bertemu. Tidak ada keraguan sedikit pun di mata Ashiro. Mata Rin yang tadi panas, entah karena menahan air mata atau karena amarah, berkedip-kedip. 

Bibir Rin terangkat ke atas. Lalu, suara tawa mengalir darinya. Air mata yang tadi tertahan ikut mengalir.

Bukan karena sedih atau amarah. Melainkan karena perasaan lega.

“Eh, eh…?”

Tawa Rin semakin nyaring melihat wajah kebingungan Ashiro. 

Tentu, dia tetap merasakan rasa tidak puas, rasa kesal, amarah, terhadap kegagalan Divisi 3 dalam melindungi kotanya. Tapi, dia juga tahu bahwa Divisi 3 sekarang sudah menjadi lebih baik, di bawah perintah Kapten Ashiro dan Wakil Kapten Hoshina. Sepertinya dia bisa membuang rasa tidak percaya dan kesal kepada kapten di depannya, yang masih terlihat bingung tapi tidak melepaskan genggaman tangannya. 

Dipandang dengan mata penuh harapan dan kepercayaan seperti Ashiro memandangnya sekarang, Rin tahu dia tidak akan bisa membenci perempuan ini.

“Benar, saya akan menjadi lebih kuat lagi dari sekarang. Tidak akan kalah dari Kapten Ashiro.”

Rin tidak akan membenci Ashiro, melainkan menjadikan Ashiro sebagai salah satu golnya, menjadi rivalnya.

“Dan aku juga tidak akan kalah.” Balas Ashiro, masih dengan pandangan dan senyuman penuh harapan dan rasa percaya.

 

***

 

Sejak malam itu, mereka menjadi teman sekaligus rival. Selalu berlatih bersama saat ada kesempatan latihan antar Divisi. Juga menyempatkan menghabiskan waktu bersama saat hari libur mereka berbarengan.

Sesuai kata Ashiro pada malam itu, dia tidak pernah meminta maaf ataupun menyinggung tentang apa yang terjadi di kota Rin 5 tahun yang lalu. Rin pun sama, menghilangkan rasa tidak percaya kepada Divisi 3 dan menempatkan kepercayaan barunya kepada Kapten Ashiro.

Pada sesi latihan bersama mereka, Ashiro mengajarkan cara penggunaan senjata api kepada Rin. Kebalikannya, Rin mengajarkan bela diri kepada Ashiro, mengalahkan Ashiro berkali-kali dalam pertempuran jarak dekat.

“Shinonome kuat sekali.” Kata Ashiro yang tertidur di lantai, napasnya terengah-engah.

“...Maafkan perkataan saya, tapi Kapten Ashiro yang terlalu lemah.” Ashiro, tentu saja, tidak lemah. Tapi, jika dibandingkan kelas Kapten dan Wakil Kapten, kemampuan tempur jarak dekat Ashiro masih di bawah rata-rata. Rin bergidik mengingat sesi latihan bersama melawan Wakil Kapten Hoshina. Tidak ada satu pun prajurit Divisi 1, kecuali Kapten Narumi, yang berhasil memberikan serangan kepada Wakil Kapten Hoshina.

“Tidak apa-apa, aku tidak keberatan, kenyataannya memang seperti itu.” Ashiro menerima uluran tangan Rin yang menariknya bangun. “Semua hal tentang pertempuran jarak dekat kuserahkan kepada Hoshina. Banyak hal yang tidak bisa kulakukan tanpa Hoshina dan anggota Divisi 3 lainnya.”

Mereka lalu melakukan pendinginan badan dan beranjak berjalan ke tempat pemandian.

“Ngomong-ngomong, Shinonome, kudengar kamu berhasil memecah rekor baru di antara Ketua Pasukan? Selamat, ya.”

Senyuman Ashiro terlihat sangat silau di bawah lampu tempat pemandian dan uap yang bergerak karena air panas, dengan mereka saling berhadapan tanpa busana apapun. Ikut senang atas pencapaian Rin, yang bukan anak buah Ashiro.

“Kok, Kapten Ashiro bisa tahu?”

“Aku dengar dari Narumi. Dia cerita sekaligus tanya tentang…” Di situ, Ashiro menghentikan pembicaraannya. Tangannya yang bergerak untuk membuka keran, berhenti di udara. Rin yang duduk di sampingnya dan sudah mulai membasahi badan, mengangkat alis bingung. “Em, tanya pekerjaan! Benar, tanya tentang pekerjaan!”

Kapten Narumi pasti tidak bertanya tentang pekerjaan, pikir Rin melihat gelagat Ashiro yang sedang berbohong. Dengan ini Rin bisa tahu kalau kaptennya bertanya kepada kapten divisi sebelah tentang keadaan kekasih di tempat kerja. Kapten Narumi dan Wakil Kapten Hoshina, sebagai pemilik jabatan di Divisi 1 dan Divisi 3, pasti berinteraksi terkait pekerjaan. Rin sendiri sering melihat mereka mengikuti meeting atau berlatih bersama. Tapi, dengan melihat itu saja, Rin tidak akan bisa menebak kalau mereka adalah partner.

Mengikuti sifat Kapten Narumi, seharusnya dia pamerkan hubungan itu ke semua orang. Apalagi fans Wakil Kapten Hoshina cukup banyak…

“O, oh! Narumi juga bilang, dengan pencapaian ini, Shinonome menjadi Ketua Pasukan paling kuat di Divisi 1 saat ini.” Ashiro mengalihkan pembicaraan dengan mengembalikan topik ke semula. 

“Saya baru pertama kali dengar itu…” Rin menghentikan tangannya yang sedang menyabuni badan, melirik ke arah Ashiro yang saat ini sedang menyuci rambutnya - hitam, panjang, cantik . Rin mengalihkan pandangan dan pikirannya yang semakin panas, lalu mencari topik lain. “Itu berarti, Kapten Ashiro saat ini sedang dilatih oleh Ketua Pasukan terkuat di Divisi 1. Hmm, gimana kalau saya kasih hadiah kalau Kapten berhasil menang dari saya?”

Tidak disangka, Ashiro terpancing dengan kata-kata itu. Kepalanya menoleh cepat, sampai-sampai membuat sampo di rambutnya terbang ke berbagai arah. “Hadiah? Hadiah apa?” Matanya bersinar terang, seperti serigala yang mengintai mangsa.

“Eh, eeeh?” Rin terkaget, mundur sedikit melihat Ashiro yang sangat antusiasi. “Belum kepikiran sampai situ. Hmm, Kapten Ashiro mau apa? Ah, jangan yang terlalu mahal! Atau yang nggak mungkin kukabulkan!” 

“Oke, aku akan berjuang untuk hadiah ini.” Ini adalah sosok paling bersemangat Ashiro yang pernah Rin lihat, melebihi sosoknya saat berguling-guling dengan Bakkou. “Hm? Tapi, apa tidak aneh kalau Kapten mengharapkan hadiah dari anak buahnya? Hah! Apa ini masuk power harassment?!”

Sosok yang tadi bersemangat dan berapi itu sekarang berbisik-bisik sendiri. Rin tertawa kecil sambil memberi solusi, “kalau gitu, Kapten Ashiro kasih hadiah juga buat saya, dong. Perayaan telah menjadi Ketua Pasukan terkuat di Divisi 1.”

“Hadiah perayaan…” Ashiro menimbang-nimbang perkataan Rin. “Oke, segera kusiapkan. Ditunggu, ya.”

Rin memiringkan kepala. Sampai mereka selesai mandi pun, dia tidak mendapatkan sedikit pun petunjuk tentang hadiah apa yang akan diberikan Ashiro kepadanya.

.

.

Hadiah Ashiro datang seperti angin badai di keesokan harinya.

“Senjata… personal?!”

Rin berteriak dan menganga lebar di hadapan Narumi. Dokumen mengenai proposal pengembangan senjata milik Rin terpampang di atas meja Narumi. Kaptennya kali ini tidak menghadap Rin sambil bermain game, melainkan memandang anak buahnya dengan wajah serius tapi lelah - kantung matanya terlihat lebih tebal daripada biasanya. 

Senjata personal. Senjata yang dibuat khusus untuk kelas Wakil Kapten ke atas, yang telah memiliki release force di atas 80%, yang telah memiliki gaya bertarung khas masing-masing sehingga memerlukan senjata khusus. Seperti bayonet milik Kapten Narumi, bazooka milik Kapten Ashiro, full-body armor milik Wakil Kapten Hasegawa, dua pedang milik Wakil Kapten Hoshina.

Rin baru saja mencapai release force di area 60%. Belum mencapai persyaratan untuk memegang senjata personal.

“Ada pembicaraan di jajaran petinggi JAKDF. Mengikuti semakin bertambahnya serangan kaiju, peraturan untuk senjata personal pun akan diubah. Ketua Pasukan juga punya kesempatan untuk mendapatkan senjata personal, dengan syarat tertentu. Salah satunya adalah rekomendasi dari 2 orang kelas Kapten.”

2 orang… dari kelas kapten…

“Yang pertama dari Kapten Narumi?” 

Kapten Narumi mengangguk, lalu melanjutkan, “Satu lagi dari Ashiro. Aku nggak terlalu ngerti, tapi dia bilang ini hadiah buat Shinonome yang terus berjuang.”

Rin menahan diri untuk mendengarkan penjelasan selanjutnya dari Narumi, tentang jadwal bertemu dengan Izumo Tech., konsultasi pengembangan senjata, dan lain sebagainya. Begitu dia menutup pintu dari ruangan Narumi, melangkah menjauh dan memastikan tidak ada orang di sekitarnya, Rin melompat sambil berteriak nyaring.

.

.

“Aku menang!!”

Rin tahu dia tidak meremehkan Ashiro, tidak memberikan keringan karena dia sedang senang atas senjata personal yang akan dia dapatkan. Tapi, Rin tidak menyangka, Ashiro bisa menang dari Rin dalam waktu seminggu.

“Aaah, terima kasih, Hoshina. Bantingan Hoshina-style darimu sakit, tapi bisa membuatku menang.” Kata Ashiro yang sekarang tertidur sambil mengangkat tangan, wajahnya tersenyum puas.

“Eeeh, Anda dapat latihan khusus dari Wakil Kapten Hoshina? Curaaang–!”

“Fufu, tidak ada aturan kalau aku tidak boleh latihan dengan orang lain.” Ashiro terlihat sangat senang dan berbinar. “Aaah, akhirnya biru-biru di badanku bisa terbayarkan.”

Keringat mengalir di pelipis Rin. Hadiah macam apa yang diinginkan Ashiro, sampai dia rela dibanting dan dibabak belur oleh wakilnya?

“Shinonome, aku punya permintaan.”

Datang! Rin menyiapkan hatinya.

“A, aku boleh tidak, memanggil namamu?”

Hm? Apa? Rin mengangkat alisnya, jemari bergerak untuk mengorek telinga. “Maaf, tadi Anda bilang apa?”

“I, itu! ‘Anda’ atau ‘Kapten Ashiro’! Jangan panggil begitu, panggil namaku aja!” Ashiro bergegas menutup jarak di antara mereka dalam beberapa langkah, memojokkan Rin ke dinding. Sebelah tangan Ashiro menggenggam tangan Rin, dan sebelahnya lagi berada di samping wajah Rin, bersandar di dinding.

Ka, kabedon?!!! Situasi shojo manga macam apa ini???

Rin, di samping sosok kuatnya, adalah seorang gadis biasa yang juga suka membaca manga romance. Tidak ketinggalan, Divisi 1 dimulai dari sang kapten adalah sarang wibu. Tentu saja, Rin tahu yang namanya kabedon

“Kamu bisa panggil namaku, saat kita sedang berdua atau tidak sedang bertugas. Dan, aku juga ingin memanggil namamu.

Boleh tidak, Rin?”

Rin, yang wajahnya memerah seperti tomat dan kepalanya berasap seperti gunung berapi, hanya bisa mengangguk.

“Rin, terima kasih!” Ashiro melepaskan kurungan kabedon-nya, tapi sebelah tangan masih tidak melepaskan tangan Rin. Mata sang kapten berbinar-binar penuh harapan, menunggu sesuatu.

Menunggu namanya dipanggil oleh Rin.

“Mi,” Rin bisa melihat bayangan kuping dan ekor binatang, mungkin kucing, muncul di kepala perempuan di depannya. Ditambah aroma alpha yang seakan berteriak senang. “Mina-san…?”

Goyangan ekor bayangan terhenti dan aroma feromon alpha seperti membeku di tempat. Insting Rin, terutama insting omega-nya, berteriak bahwa ada yang salah. Bahwa dia tidak berhasil menyenangkan alpha di depannya. Tanpa dia sadari, suara sedih mengalir dari tenggorokannya. 

Mina, yang langsung tersadar mendengar suara sedih dari Rin, melepaskan pegangan tangannya dan beralih mengelus-elus wajah Rin. “Maaf! Bukan, bukan begitu! Aku senang, kok! Jangan nangis, ya, Rin?”

Rin mengangguk pelan. Tidak mengerti kenapa dia menjadi sedih seperti ini.

“Boleh tidak, panggilnya jangan pakai tambahan ‘san’? Aku… teringat mereka kalau dipanggil seperti itu…” 

“Eh, tapi, Anda lebih tua…”

“Beneran tidak apa-apa! Boleh, ya? ‘Mina’ aja boleh, kok. Mau ‘Mina-chan’ juga tidak apa-apa!”

Rin berani melawan kaiju, tapi dia masih tidak punya keberanian untuk memanggil salah satu atasan dengan imbuhan ‘-chan’.

“Mina?”

“Un, Rin.”

Setelah itu, mereka saling memanggil berkali-kali. Mengulang-ulang panggilan baru di antara mereka. Sampai akhirnya, Rin tertawa menyadari keanehan tingkah mereka di ruang latihan ini. Mina pun ikut tertawa.

Saat mereka bergegas untuk pergi ke ruang pemandian, feromon alpha beraroma freesia dan feromon omega beraroma mint membungkus jalan di sekitar mereka. Jarak mereka dekat, dengan jemari yang kadang bersentuhan.

 

***

 

Hari berganti bulan. Bulan berganti tahun.

Banyak sekali yang terjadi pada Rin di tahun ini. Mulai dari mendapat pekerjaan mengawasi Kaiju No. 8 - yang sosok aslinya hanya om-om baik hati. Sampai perang melawan Kaiju No. 9.

Tapi, semua itu sudah berakhir. Saat Rin sadar, dia sudah berada di atas ranjang rumah sakit. Ingatan terakhirnya di medan perang adalah dia dan Tachibana kalah menghadapi kaiju No. 13 sampai harus diselamatkan oleh Hibino Kafka, sang Kaiju No. 8.

Seluruh badan Rin sakit, tulang-tulangnya patah dan beberapa organ dalamnya mengalami kerusakan yang membuatnya harus beristirahat selama sebulan.

Dirinya benar-benar payah. 

Dibandingkan Hibino yang berhasil menyelamatkan mereka semua. Dibandingkan kapten dan wakil kapten yang harus langsung bekerja setelah perang selesai. Dibanding anak-anak baru yang memberikan kontribusi melindungi shelter dari kaiju raksasa.

Kapten Narumi, di tengah kesibukannya menghadapi debat tentang Kaiju No. 8 - Rin tersedak dan menyemprotkan minumannya ke arah Tachibana yang tidur di ranjang sebelah saat melihat video kemesraan Kaiju No. 8 dan Ichikawa Reno, menyempatkan diri untuk mengunjungi semua anggota Divisi 1 yang masih dirawat di rumah sakit. Menundukkan kepala untuk meminta maaf serta berterima kasih atas kerja keras mereka semua.

Rin menahan air matanya. Begitu juga dengan Tachibana. Beberapa anggota Divisi 1 tidak bisa menahan dan menangis meraung-raung.

Tidak ada satu pun anggota Divisi 1 yang akan menjauh dari kapten kesayangan dan kebanggan mereka. Mereka akan tetap mengikuti Narumi kemanapun, dengan senjata di tangan dan rambut berwarna sebagai bukti hormat kepada sang kapten.

Kapten Narumi tersenyum lembut - langka! membuat beberapa prajurit pingsan di tempat - dan kembali mengucapkan terima kasih.

“Aku bangga, memiliki anak buah seperti kalian.”

Kata-kata yang membekas di hati mereka semua. 

.

.

Mina baru datang menjenguknya seminggu setelah semua berakhir. Pada saat jam jenguk, banyak dari keluarga atau teman prajurit yang juga datang untuk menjenguk, dan mereka fokus pada orang di depan mereka. Tidak ada yang memperhatikan kehadiran Mina di kamar yang dihuni sekitar 6 orang dari Divisi 1 itu.

Channel di tv semua membawakan berita yang sama. Konferensi pers yang sebentar lagi akan dilakukan antara JAKDF dan media massa, membahas tentang aktivitas setelah perang dan Kaiju No. 8.

“Bagaimana keadaanmu? Sudah lebih enakan?”

“Iya, udah nggak sakit lagi tiap saat.” 

Mina terlihat lelah, dengan kantung mata menghiasi matanya. Rambut hitam kelamnya, yang biasanya cantik dan bersinar, sedang kehilangan cahayanya. Diikat serampangan dengan beberapa rambut mencuat keluar.

“Maaf, aku baru bisa menjengukmu.”

“Nggak apa-apa, aku ngerti, kok. Pasti banyak sekali yang harus dikerjakan, kan?”

Mina mengangguk pelan, lalu menceritakan apa saja yang sedang terjadi di Pasukan Pertahanan. Aktivitas perbaikan negara yang harus mereka support. Tanggapan para rakyat terhadap perang yang telah terjadi. Rin juga memastikan tentang kesehatan Mina, apakah kapten itu tidur dan makan dengan benar, yang dibalas dengan lirikan mata menjauh dan keringat di wajah.

“Miiinaaaa—?”

“Makan! Aku makan, kok! Pas pagi! Tidur juga, sekitar, eh 4 jam?” Sebelum Rin bisa bertanya lebih lanjut, suara obrolan di sekitar mereka menjadi lebih tenang, berganti fokus ke tv. “Lihat, Rin. Konferensi pers sudah dimulai.”

Semua mata menuju ke arah tv yang tergantung di pojok kamar mereka. Melihat sosok kapten mereka berjalan beriringan dengan para petinggi JAKDF. Rin rasanya ingin berguling-guling memuji kegantengan Narumi, dan dia tahu semua anggota Divisi 1 yang ada di kamar ini juga ingin melakukan hal yang sama. Namun, mereka semua menahan diri agar tidak bertingkah memalukan di depan teman dan keluarga.

Biarlah kegiatan fanboying/fangirling Kapten Narumi menjadi rahasia mereka di dalam dinding Markas Ariake.

Sesuai dugaan, konferensi pers berjalan lancar dengan perbincangan paling panas terjadi saat membahas Kaiju No. 8 dan partnernya - Rin masih tidak percaya kalau Hibino punya kekasih. Yang jauh lebih muda?! Pelet apa yang dipakai om itu?!

Yah, kesampingkan candaan, Rin tahu Hibino Kafka adalah manusia - manusia, Rin tahu dalam wujud apapun lelaki itu akan tetap berpihak pada manusia - yang pemberani, baik hati, dan rela bergerak demi kepentingan orang lain. Demi Tuhan, dia sudah berkali-kali mendengar cerita masa kecil Hibino Kafka dari Mina. Dia yakin, kalau ada kuis tentang Hibino Kafka, setidaknya dia akan mendapatkan nilai 80 dari 100.

Terdengar helaan napas dari Mina saat konferensi pers ditutup dengan lancar. 

Namun, rasa tenang itu langsung hilang saat ternyata pembicaraan berganti topik menjadi tentang Kapten Narumi. Kamar mereka heboh saat sang kapten menyinggung tentang partner-nya. Tachibana bahkan sampai berdiri di ranjang - Rin melempar sampah kue ke arahnya agar dia kembali duduk.

Kalau tadi mereka heboh, kali ini kamar mereka berubah menjadi kapal pecah saat melihat Kapten Narumi melamar Wakil Kapten Hoshina. Tidak, tidak hanya kamar mereka. Teriakan juga terdengar di lorong dan kamar sebelah, di seluruh rumah sakit.

Bahagia. Hanya kata itu yang muncul di benak Rin saat melihat wajah Hoshina yang digendong oleh Narumi. Bahagia. Bersama alpha-nya.

“Aku juga mau–” Sepatah kata lagi, terucap dari mulut Rin tanpa dia sadari.

Mina, yang sedari tadi terpaku memandang tv sambil membisikkan kalimat selamat ke Hoshina dan kutukan (?) ke Narumi, langsung menoleh cepat ke arah Rin. Tidak lagi memperdulikan tv dan orang-orang di sekitar mereka.

Mata tajamnya, seperti serigala, memandang lurus ke arah Rin. Hanya Rin.

“Bu, bukan. Maksudku–” Rin mencari alasan untuk membantah celetukannya barusan. Tapi, dia tidak bisa berkutik di hadapan Mina, yang sekarang tersenyum sangat manis - dan penuh percaya diri - sambil menggaet tangan Rin.

“Kalau sama aku, mau nggak?”

Rasanya sudah lama tidak seperti ini. Wajahnya memerah bagaikan tomat dan kepalanya berasap bagaikan gunung berapi.

Tapi, kali ini dia pastikan dia tidak kabur dari pandangan ini. Dari tangan ini, yang dia genggam balik dengan erat.

“Pakai nanya segala. Kamu udah tahu jawabannya, kan?”

Saat semua orang masih terfokus pada tv, Mina beranjak untuk menutup gorden pemisah ranjang Rin dari ranjang lainnya. Menutupi pandangan dari mereka berdua, yang mendekatkan wajah dan saling mengecup bibir. 

Aroma freesia dan mint kembali bercampur di balik gorden yang tertutup.

 

***